Deretan Pejabat Kaltim yang Absen Vaksinasi COVID-19 Hari Ini

Deretan Pejabat Kaltim yang Absen Vaksinasi COVID-19 Hari Ini

Sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, tidak akan menjalani vaksinasi COVID-19 yang dilakukan serentak, hari ini. Gubernur bersama pejabat lain dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.

nomorsatukaltim.com - Dalam pernyataan resmi yang disampaikan, Rabu (13/1/2021), Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Padilah Mante Runa mengatakan ada sejumlah kelompok yang tidak bisa mendapatkan vaksin. Antara lain usia di atas 60 tahun atau di bawah 18 tahun. Kemudian pernah terkonfirmasi COVID-19, menderita penyakit tertentu, atau ibu hamil dan menyusui. Pada kasus gubernur misalnya, ia tidak menerima vaksinasi karena berusia 63 tahun. “Untuk kelompok usia di atas 60 tahun, masih menunggu ketetapan dari Kementerian Kesehatan dan menunggu informasi keamanan vaksin,” katanya. Saat ini,  ketentuan sasaran penerima Sinovac pada rentang usia 18 hingga 59 tahun. Selain Isran Noor, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi dipastikan tidak akan menerima vaksinasi COVID-19. Hadi Mulyadi pernah terkonfirmasi corona dan sempat menjalani isolasi. Pejabat lain yang tidak akan divaksinasi ialah Ketua DPRD Kaltim, Makmur. Selain sedang menjalani pemulihan karena COVID-19, usia politisi Golkar itu juga di atas 60 tahun. Sementara Wali Kota Samarinda, Sjaharie Jaang meskipun usianya memenuhi persyaratan, tetapi pernah divonis corona. Karena itu, dipastikan tak akan mengikuti vaksinasi. Kepala daerah lainnya yang tidak mengikuti kegiatan ini yaitu Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah dan Ketua DPRD, Abdul Rasid. Keduanya dikatakan “karena status kesehatannya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kukar, Martina Yulianti. Martina tak bersedia merinci ‘status kesehatan’ seperti apa yang dialami dua pimpinan daerah itu. Kembali ke vaksinasi, penyuntikan tahap pertama akan dimulai dengan penyuntikan pada 10 tokoh dari unsur pemerintahan, TNI/Polri dan tenaga kesehatan. Sepuluh tokoh tersebut ialah, Sekretaris Daerah, Muhammad Sa’bani, Panglima Kodam VI Mulawarman, Heri Wiranto, Hakim Pengadilan Tinggi, F. Riyad Sunindyo, Direktur RSUD AW Syahranie David Hariadi Mashoer. Lalu ada Kapolda Herry Rudolf Nahak,  Ketua IDI Nataniel Tandirogang, Shanty Sintessa Kepala UPTD RS Mata Kaltim, Siti Chalimatus Sakdiyah Plt BPOM Samarinda, Prihatin dan Bambang Bachtiar dari Kejaksaan Tinggi Kaltim. Juga Wakil Ketua DPRD Muhammad Samsun. Penyuntikan perdana akan dilakukan di Kantor Gubernur Kaltim dan ditayangkan secara live streaming. Agar masyarakat dapat menyaksikan proses vaksinasi. Vaksinasi COVID-19 ini diklaim Kepala Dinas Kesehatan Kaltim sebagai langkah konkrit pemerintah dalam rangka penanggulangan COVID-19. “Vaksinasi diharapkan mampu mengurangi transmisi penularan virus, menurunkan angka kesakitan, dan mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity,” kata Padilah. Vaksinasi akan diprioritaskan ke semua nakes, sehingga terlindungi dari penularan COVID. “Dan bisa menjalankan tugasnya merawat pasien," ujar Padilah dalam Konferensi Pers Persiapan Vaksinasi Pencanangan COVID-19. Di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (13/1/2021). Lebih lanjut Padilah menjelaskan proses vaksinasi akan berlangsung selama 15 bulan. Yang dibagi dalam 4 tahapan. Tahap pertama, dimulai Januari hingga April 2021. Dengan sasaran penerima vaksin dari kelompok  tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tahap kedua, Januari-April 2021 dengan sasaran vaksinasi COVID-19 dari kalangan TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik. Yang meliputi petugas di bandara, pelabuhan, stasiun, terminal, perbankan, PLN, dan PDAM. "Serta petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat," terang Padilah. Tahap ketiga dan keempat, akan dilanjutkan pada April 2021 hingga Maret 2022. Dengan sasaran vaksinasi COVID-19 adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Untuk proses vaksinasi, sebelum penyuntikan akan dilakukan penyesuain data individu pada aplikasi PCare Vaksinasi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan kesehatan. Mulai dari pengukuran suhu tubuh dengan thermal scanner, pemeriksaan tekanan darah serta  penapisan data kesehatan calon penerima vaksin. "Terutama terkait informasi penyakit yang diderita. Sehingga dapat ditentukan apakah yang bersangkutan layak untuk mendapatkan vaksinasi atau pemberian vaksinasi ditunda," ucapnya. Setelah penyuntikan dilalui maka penerima vaksin akan dilakukan observasi selama 30 menit. Untuk mengetahui apakah ada reaksi setelah pemberian vaksinasi. Pelaksanaan pemberian vaksinasi pada saat pencanangan akan dilakukan oleh tim vaksinator dari RSUD AW Syahranie. Padilah menyebutkan, secara umum reaksi pasca vaksinasi COVID-19 yang timbul dapat beragam. Tergantung pada kondisi tubuh masing-masing. Namun, umumnya berupa efek samping ringan yang bersifat sementara. Seperti demam, nyeri otot, mau pun ruam pada bekas suntikan. "Itu masih dalam tahap wajar dan akan dimonitor oleh petugas kesehatan," Padilah. Ia menegaskan, terlepas dari efek samping yang ditimbulkan. Manfaat vaksin jauh lebih besar. Dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin.

LAWAN BERITA MENYESATKAN

Di tempat terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI)  Kaltim, Nataniel Tandirongan mengatakan, vaksin Sinovac berbahan dasar virus yang telah dimatikan, atau inactivated. Lalu ditambah mineral yang disebut adjuvank untuk merangsang antibodi. Bahan-bahan itu yang bisa memberikan efek-efek. Bisa alergi terhadap bahan-bahan itu. Ditambah juga karena ini dingin, bekas suntikan itu bisa saja terjadi abses colli atau infeksi. “Gejala-gejala ringan itu ya demam, tapi hanya beberapa jam saja. Kemudian mungkin ada reaksi gagal. Itu saja kemungkinan besarnya terjadi,” katanya. Karena itu, ia meyakinkan bahwa Sinovac aman digunakan. Soal batasan usia vaksinasi, Nataniel mengatakan mereka akan mendapatkan kesempatan. “Ini karena situasi vaksin yang terbatas, jadi uji klinis di Indonesia belum menyertakan usia tersebut,” ujarnya. Dalam perkembangannya, akan ada uji coba pada usia-usia di luar saat ini. "Patokannya di uji klinis itu, walaupun di negara lain sudah dilakukan uji klinis pada usia di atas 60 tahun. Tentu data-data itu bisa dipakai sebagian pembanding nantinya. Terkait adanya keraguan di kalangan masyarakat, ia menilai karena banyaknya berita yang menyesatkan, dan belum terkonfirmasi kebenarannya. “Kita mesti percaya lembaga resmi yang memeriksa. Dan mengeluarkan izin. Pertama BPOM sudah mengeluarkan EUA. Kalau kita tidak percaya BPOM yang selama ini mengawal makanan dan obat kita mau bagaimana lagi?” “Kedua sudah ada sertifikat halal MUI. Kalau tidak percaya MUI mau kaya mana kita?” Jadi artinya dengan dua lembaga resmi yang kompeten yang mengawal vaksin ini, masyarakat tidak perlu lagi ada keraguan. Dari sisi ilmiah sudah dikawal para ahli. “Jadi sebenarnya sudah betul-betul dalam prosesnya. Sejak bulan September, pemerintah bersama BPOM dan MUI sudah ke Tiongkok langsung untuk melihat good manufacturing-nya. Itulah kesimpulannya   BPOM dan MUI mengeluarkan sertifikat.” Berkaitan dengan munculnya penolakan dari kalangan medis, Nataniel memastikan sudah tidak ada lagi. “Saya kira ada 1, 2 waktu awal-awal.” Pada prinsipnya, kata Nataniel, dokter menyerahkan sepenuhnya kepada BPOM. Ketika BPOM menyatakan sudah klir, ya bagi dokter no problem. “Karena kami harus mempercayai lembaga sekaliber BPOM yang mengawal prosesnya,” imbuh dia. Ia mengakui, pemerintah harus secara terus menerus melakukan sosialisasi, edukasi dan literasi kepada seluruh masyarakat. Sehingga tidak terjadi pemahaman keliru di kalangan masyarakat. Sosialisasi harus melibatkan banyak stakeholder. Termasuk tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

SIAP DIVAKSIN

Sejumlah calon peserta vaksinasi Sinovac mengaku telah siap lahir batin menerima suntikan, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun mengaku ingin menunjukkan kepada masyarakat “bahwa vaksin ini insyaallah aman.” Ia percaya karena sudah melalui berbagai macam uji klinis dan percobaan. “Enggak mungkin izin dikeluarkan kalau tidak aman. Apalagi sudah mendapatkan sertifikat halal dan sertifikasi BPOM,” imbuh Samsun. Sebagai masyarakat yang tidak pernah terjangkit virus corona, ia akan datang dengan menyiapkan mental untuk menerima vaksin.  “Kita percaya sajalah kepada negara, dan tentunya percaya pada Allah SWT. Saya satu-satunya perwakilan DPRD Kaltim. Saya mengajukan diri. Kalaupun ditunjuk pasti siap,” ujarnya. Dengan hadirnya para pejabat pemerintahan, baik sipil maupun militer, dapat meyakinkan masyarakat bahwa “vaksin ini bukan sekadar coba-coba. Mengorbankan nyawa. Tapi ini untuk membentuk antibodi terhadap corona.” Sekretaris Daerah Kaltim, Muhammad Sa’bani mengaku mengajukan diri untuk divaksinasi. “Tidak ada keraguan.  Insyaallah besok siap. Karena sudah memenuhi semua syarat,” katanya. Harapannya melalui vaksinasi COVID-19 akan membentuk imun, sehingga menekan angka penularan. “Kalau sekarang penularan tidak terkendali karena masyarakat kita masih rentan. Sementara penerapan prokes tidak ketat.” Siti Chalimatus Sakdiyah, Plt Kepala BPOM Kaltim mengatakan standar keamanan BPOM sudah melalui persyaratan yang dikeluarkan WHO. “Ini bukan hanya standar  Indonesia. EUA ini juga melihat standar BPOM Amerika, Eropa dan beberapa negara lain yang mengeluarkan EUA,” katanya. EUA atau izin penggunaan darurat dikeluarkan setelah ada hasil uji klinik fase tiga di Jawa Barat. Uji penelitian itu bekerja sama dengan sejumlah ahli, supaya menjamin integritas dan kualitas penelitian. Kerja sama dilakukan antara BPOM dengan Komite Nasional Obat, Ahli Immunologi, Epidemiologi dan banyak pakar. “Dan diumumkan hasil efikasinya sebesar 60 persen. Persyaratan 50 persen. Jadi sudah aman itu.” BPOM, kata Siti  ikut mengawal vaksinasi mulai awal, dan memastikan vaksin yang disuntikkan untuk para volunteer, pejabat dan tokoh publik, sama dengan yang akan disuntikkan ke masyarakat dan nakes. (krv/das/mrf/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: