Main Kucing-Kucingan Hindari Penertiban Prokes

Main Kucing-Kucingan Hindari Penertiban Prokes

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda, Wahiduddin manganalogikan upaya menegakkan penerapan protokol kesehatan (prokes) di tengah masyarakat ibarat main kucing-kucingan.

Kondisi itu terjadi karena sulitnya membangun kebersamaan untuk menekan pandemi COVID-19. "Kalau misalnya, kami mengadakan operasi yustisi di Kecamatan Palaran. Maka, warga di Kecamatan Samarinda Ulu yang melakukan pelanggaran. Kalau kita mengetatkan di Samarinda Ulu, yang di Samarinda Utara melakukan pelanggaran. Begitu seterusnya," kata Plt Kepala BPBD Samarinda itu, Jumat, (8/1/2021). Menjalankan prokes secara ketat, diakuinya, tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan pemerintah. Sangat sulit, katanya. Kalau tidak dibarengi kesadaran masyarakat untuk mengetatkan protokol kesehatan pada lingkungannya sendiri. Hal tersebut, karena terbatasnya kekuatan sumber daya manusia pemerintah. Pandemi ini, menurut Wahiduddin, akan hilang dengan sendirinya. Ketika masyarakat itu disiplin menjaga protokol kesehatan. Tetapi, lanjut dia, bila masyarakat abai. Lalai. Maka sekuat apapun pemerintah berupaya mendisiplinkan, tidak akan bisa mengatasi wabah pagebluk ini. "Jadi, mari pandemi ini kita hadapi bersama. Kekuatan masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha, bersatu memerangi COVID-19. maka akan selesai pandemi ini," tutur Wahiduddin. Terkait upaya Pemerintah Kota Samarinda, memerangi virus corona yang disinyalir bermula dari Wuhan, China, tambahnya. Pemkot telah mengeluarkan surat edaran anyar. Terkait dengan pembentukan dan pemberdayaan Satgas COVID-19 Kecamatan dan Kelurahan. Sebagai pionir yang lansung ke masyarakat. Sehingga, setiap kelurahan dapat mengomandani Ketua-Ketua RT, dalam membentuk masyarakat tangguh terhadap bencana COVID-19. Seperti yang telah terbentuk di Kelurahan Teluk Lerong, kata dia, masyarakat di sana membentuk zonasi di wilayahnya. Untuk melakukan treatment atau tindakan pencegahan-pencegahan dan antisipasi terhadap bahaya paparan COVID-19. Kelurahan itu nantinya bakal menjadi role model bagi kelurahan- kelurahan lain. Agar warganya  bisa eksis sebagai masyarakat tangguh menghadapi bencana pandemi ini secara bijaksana. Terkait adanya kecenderungan masyarakat tidak patuh terhadap protokol kesehatan itu. Praktisi Psikologi Klinis, Ayunda Ramadhani, melihat problem miss informasi sebagai penyebabnya. Dia menjelaskan, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa COVID-19 tidak ada. Merasa situasinya aman-aman saja. Karena menerima berbagai informasi yang simpang siur. Serta melihat, bahwa masih banyak warga yang "nongkrong" berkeliaran dan melakukan aktifitas seperti biasa. Akhirnya tidak mau percaya dan tidak mau menerapkan protokol kesehatan. "Itu namanya sesat pikir. Mereka mengalami bias kognitif," ucap Ayunda, belum lama ini. Lebih jauh, Ayunda menerangkan, masyarakat dalam melakukan segala sesuatu pasti punya pertimbangan risiko. Kalau kemudian ada yang melakukan pelanggaran, pasti dia yakin bahwa tidak akan terjangkit COVID-19. Penyebab munculnya pertimbangan tersebut, menurutnya karena misinformasi. Sehingga, lanjut dia, masyarakat harus diberi edukasi lagi. Agar bisa memahami Informasi dengan baik. Ini peran pemerintah. Di satu sisi, dia menganggap masyarakat abai terhadap prokes karena pemerintah yang belum tegas. Atau penerapannya tidak adil merata. Misalnya hanya di tempat tertentu. Ayunda memberi contoh di Samarinda. "Saya pribadi melihat Samarinda, masih sangat longgar penerapan prokes-nya. Kalau ini terjadi terus menerus, akhirnya masyarakat akan semakin abai. Jadi pemerintah edukasi itu tidak bisa kendor," dia menegaskan. Ditambah lagi karakter dan keadaan masyarakat sendiri berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari tingkat ekonomi hingga pengaruh lingkungan. Memang sulit untuk bisa mendisiplinkan masyarakat karena berasal dari latar belakang berbeda-beda. Sehingga sangat mudah untuk terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan. Ditambah lagi dengan edukasi yang memang belum terlalu baik. "Lingkungan juga berpengaruh sekali. Karena pemikiran orang lain sangat mudah untuk diyakini. Jadi kalau lingkungan tidak disiplin akan sangat mudah terpengaruh. pungkasnya. (das/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: