Emang Bisa, Tangkal Corona Pakai Perda?

Emang Bisa, Tangkal Corona Pakai Perda?

Nyaris setahun pandemi Corona Virus Disease 19 (COVID-19) mewabah di Indonesia. Sejak ditemukan pertama pada Maret lalu, jumlah warga terkonfirmasi positif  mencapai 538.883, mendekati jumlah penduduk Kota Balikpapan. 

Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Di Kalimantan Timur, sampai malam tadi jumlah orang terkonfirmasi positif sebanyak 19.747 dengan kematian mencapai 593 orang. Pemerintah daerah menyikapi peningkatan kasus dengan menerbitkan aturan. Mulai Peraturan Wali Kota, atau Peraturan Daerah.

Tak terkecuali Pemkot Samarinda. Selain melakukan sosialisasi bahaya Corona, pembagian masker, Wali Kota Syahrie Jaang sudah menerbitkan pula Peraturan Wali Kota (Perwali). Aturan bernomor 43 tahun 2020 mengatur tentang disiplin dan penegakan protokol kesehatan COVID-19.

Payung hukum itu sebagai upaya menekan penyebaran wabah di masyarakat. Sejumlah kegiatan razia masker kerap digelar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Samarinda, bersama Polresta Samarinda dan Kodim 091/Smd.

Sempat meningkat, kepatuhan masyarakat kembali kendor akhir-akhir ini. Satpol PP telah melakukan sejumlah penindakan dengan menggelar razia administratif, sebanyak lima tahap. Hasilnya, masih didapati masyarakat belum patuh dengan penerapan protokol kesehatan ini.

Agustianto Mardani, Kabid Perundang-undangan dan Hukum Satpol PP Samarinda menuturkan, jumlah pelanggar yang terdata mencapai 3.000 orang. Meski telah diberikan sanksi berupa denda mulai Rp 100 ribu hingga Rp 250 ribu, namun nampaknya belum memberikan efek jera. "Sudah kami tindak dan sidang, tapi masih kami temui beberapa pelanggar. Sehingga dirasa perlu ada efek jera yang lebih tinggi," jelas Agus, baru-baru ini.

Satpol PP mendorong Perwali tersebut menjadi Peraturan Daerah (Perda) yang bisa memuat sanksi lebih tegas. "Sudah ada pembicaraan dengan Kepala Bagian (Kabag) Hukum, dengan harapan bisa kita tingkatkan menjadi Perda. Sehingga efek jera yang diberikan bagi masyarakat yang tidak taat dengan protokol kesehatan ini, betul-betul jadi perhatian," paparnya.

Bentuk sanksinya ini bisa berupa denda dengan jumlah besar, bahkan hingga kurungan badan. Sehingga upaya menekan penyebaran Corona ini bisa maksimal, hingga ditemukan vaksinnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Tim Pansus COVID-19 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Sri Puji Astuti berpendapat berbeda, sebab Perwali Samarinda 43 tahun 2020 diakui sudah cukup baik. Poin-poin larangan yang tertera sudah cukup membatasi protokol kesehatan masyarakat.

"Sebenarnya Perwali itu hanya perlu dikawal pengawasannya. Karena beberapa larangannya sudah cukup membatasi," pungkas Puji sapaan akrabnya.

Namun terkait peningkatan Perwali menjadi Perda itu, ia tetap mendukung. Hanya saja, perlu lebih ditekankan lagi kepada aparat yang berwenang untuk mengimplementasikan Perda itu di lapangan.

"Peningkatan menjadi Perda tentu kita dukung. Karena belum tahu sampai kapan pandemi ini selesai," ungkap Ketua Komisi IV DPRD Samarinda ini.

Ia menambahkan, sampai saat ini draft Perda Protokol Kesehatan yang digagas Pemkot Samarinda belum diterimanya. Namun jika draft selesai, bisa segera disahkan melalui paripurna.

"Infonya sudah masuk kok dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). Saya harap cepat diselesaikan draftnya,” pungkas Puji.

LANGGAR HAK WARGA

Di mata pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, Hardiansyah Hamzah, penetapan denda pada Perwali justru melanggar hak-hak masyarakat. Sebab, yang bisa memberikan sanksi pidana maupun denda itu hanya undang-undang dan Perda.

"Memang pemberian sanksi dalam Perwali ini masih pro dan kontra. Tetapi sikap saya dalam hal ini sangat menolak jika harus ada sanksi, karena dasarnya tidak kuat," papar Castro sapaan akrabnya.

Menurut Castro, ia sangat mengerti maksud pemerintah menerbitkan Perwali ini, dengan semangat menekan penyebaran Corona. Namun yang terpenting bahwa, penerbitan aturan ini harus dengan cara yang baik. "Beberapa daerah seperti DKI Jakarta sudah punya Perda tentang disiplin penegakkan protokol kesehatan ini. Sekarang Pemkot baru mau buat, lah dari kemarin kemana aja?" ujarnya.

Castro memaparkan, idealnya pembuatan Perda itu 6 bulan sampai 1 tahun. Itupun melalui kajian yang serius. Jika sekarang dibuat, minimal digarap dengan serius. Jangan sampai pembuatan Perda ini terkesan asal-asalan, sehingga penerapan di lapangan justru tidak maksimal.

IZIN PEMERINTAH

Di sisi lain, masyarakat tak bisa disalahkan sepenuhnya. Sejak awal penanganan pandemi ini, pemerintah pusat memang tak serius. Mulai menjadikan Corona sebagai bahan guyonan, sampai pembukaan bandara ketika sebagian besar negara menutup penerbangan luar negeri.

Rama, salah satu pemilik cafe di Kecamatan Samarinda Ilir mengatakan, tempat usahanya buka kembali setelah adanya informasi pelonggaran dari pemerintah.

"Penerapan protokol kesehatan di cafe kami telah dilakukan sejak ada himbauan pembatasan jarak oleh pemerintah. Biasa satu meja diisi oleh 4-5 orang, kali ini dibatasi maksimal 2 orang," jelas Rama.

Rama mengaku memang konsep cafenya ini open seat, dimana pengunjung disediakan tempat di pelataran depan cafenya ini. Namun karena pembatasan, mau tidak mau ia harus mengurangi jumlah kursi untuk pengunjung.

Berbeda dengan Adan, salah satu pemilik cafe yang tak jauh dari lokasi cafe milik Rama ini memilih untuk menggunakan pola take away, atau tidak melayani makan di tempat.

"Sudah kami batasi sesuai anjuran pemerintah. Tapi namanya tamu adalah raja, kami hanya bisa ingatkan saja. Ketika mulai berkerumun, kami tidak berani menegur. Jika kecewa ya dagangan kami jadi taruhan," kata Adan.

Menurut Adan, yang cafenya fokus menjual roti aneka rasa itu, memang pembatasan jumlah kursi dan meja ini jelas menurunkan hampir 70 persen pengunjungnya di cafe. Sehingga ia berinovasi, agar tetap survive menjalankan bisnisnya.

Berkaca sebelum pandemi, pendapatan Adan sehari bisa bisa mencapai Rp 1,5 sampai Rp 2 juta sehari. Sekarang, mendapatkan Rp 400 ribu sehari saja, ia sudah bersyukur.

"Daripada nanti dicabut izin usaha saya, ya saya hilangkan saja kursi dan meja dan mengubah konsep cafenya menjadi take away atau hanya melayani bungkus," papar Pria ramah itu.

Soal rencana adanya Perda menekan penyebaran Corona yang saat ini sedang digodok pemerintah, Adan  menanggapi santai. Sebab konsep yang dicobanya ini, cukup memberikan dampak baik bagi usahanya, meski tak seramai sebelum pandemi COVID-19.

"Saya tidak masalah dengan Perda itu jika disahkan. Lha konsepnya cafe saya ubah jadi take away. Ya walaupun pendapatnya pas-pasan," pungkas Adan.

Memang kelaziman baru atau yang kerap dikenal dengan new normal, penerapannya banyak memberikan dampak bagi masyarakat. Baik dalam aktivitas berekonomi, maupun kegiatan lain yang berisiko semakin banyaknya penyebaran virus Corona.  Upaya pemerintah membatasi aktivitas sosial memang terkesan memaksa, namun upaya itu dalam rangka menekan penyebaran pasien terkonfirmasi positif COVID-19 semakin banyak.

DIDUKUNG IDI

Kampanye Mencuci Tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak (3M) terus digaungkan sejumlah elemen. Tak terkecuali Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim yang terus menggaungkan  bahaya penyebaran COVID-19.

Ketua IDI Kaltim, dr Nataniel Tandirogang memaparkan bahwa, kampanye ini tentu telah dilakukan oleh pemerintah, baik melalui media maupun turun ke lapangan. Namun upaya itu dirasa belum cukup, jika masih minimnya kesadaran masyarakat yang tidak taat pada protokol kesehatan.

"Rencana menaikkan Perwali jadi Perda tentu baik, jika dalam rangka memberikan efek jera kepada pelanggar. Namun yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat," papar Nataniel.

Nataniel memaparkan bahwa di lingkup profesi dokter, kampanye ini terus dilakukan, dengan harapan masyarakat akhirnya sadar bahwa langkah-langkah menegakkan protokol kesehatan ini, sebagai upaya memutus rantai penyebaran COVID-19.

Jika melihat tren seluruh Indonesia, pekan terakhir di bulan Oktober angka terkonfirmasi positif cenderung menurun, namun perlahan memasuki pekan kedua dua di bulan November, trennya cenderung naik.

Kondisi ini yang kemudian dikhawatirkan dr Nataniel menjadi gelombang yang kedua peningkatan jumlah penderita COVID-19. Tentunya peran masyarakat diakui menjadi kunci, agar penyebaran virus yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya ini, bisa terputus.

"Penerapan protokol kesehatan ini jangan sampai longgar. Aktivitas sejumlah sektor mulai bergerak, harus dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Jangan sampai penerapan protokol kesehatan yang tidak ketat, justru akan meledakkan jumlah pasien terkonfirmasi positif," tegasnya. (yos/sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: