Terdakwa Pemberi Suap Ismunandar Terima Vonis, JPU Pilih Pikir-Pikir

Terdakwa Pemberi Suap Ismunandar Terima Vonis, JPU Pilih Pikir-Pikir

Perjalanan kasus pemberian suap dari para rekanan swasta, kepada lima pejabat tinggi Kutim, di antaranya Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, akhirnya sampai di ujung cerita. Vonis akhirnya dilayangkan majelis hakim kepada kedua terdakwa, Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto.

nomorsatukaltim.com- Dalam persidangan yang berlangsung via daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin sore (30/11/2020), kedua kontraktor itu dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap atau gratifikasi sebagaimana dalam dakwaannya. Hal tersebut disampaikan oleh Agung Sulistiyono, Ketua Majelis Hakim, dengan didampingi Hakim Anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, dalam amar putusannya. Amar putusan yang dibacakan majelis hakim itu merupakan hasil pertimbangan dari serangkaian fakta persidangan yang telah berlangsung sebelumnya. Disebutkan, terdakwa Aditya Maharani Yuono, selaku Direktur PT Turangga Triditya Perkasa, terbukti memberikan hadiah berupa uang ataupun barang kepada Bupati Kutim nonaktif Ismunandar beserta pejabat tinggi lainnya di Pemkab Kutim. "Mengadili dan menyatakan, bahwa terdakwa Aditya Maharani Yuono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi atau memberi suap secara berlanjut. Sebagaimana dalam dakwaan kesatu," ungkap Agung Sulistiyono dalam amar putusannya. Pernyataan itu hasil dari pertimbangan yang telah disampaikan oleh sejumlah saksi maupun terdakwa. Sogokan yang diberikan terdakwa, demi memuluskan jalan mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020. Dalam perkara ini, terdakwa Aditya Maharani Yuono dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Dengan ini menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. Di antaranya yaitu, dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Disertai denda Rp 250 juta," imbuhnya. Lanjut Agung mengatakan, denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa itu atas dasar ketentuan. Apabila terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti dengan hukuman pidana 4 bulan kurungan penjara. "Hukuman terdakwa dikurangi dengan masa tahanan terdakwa. Kemudian sejumlah barang bukti, mulai dari nomor 1 hingga nomor 323, untuk dikembalikan ke Penuntut Umum. Yang kemudian dipergunakan dalam perkara lain," ucapnya. Usai menjatuhi hukuman kepada Aditya Maharani Yuono, majelis hakim kemudian membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 5 ribu. "Demikian putusan yang dijatuhkan. Atas putusan tersebut, terdakwa mempunyai hak untuk menerima putusan, menyatakan banding, atau menyatakan pikir-pikir atas putusan ini," ucap Agung Sulistiyono. Atas putusan tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya memilih untuk terima. Namun tidak untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memilih untuk pikir-pikir selama tujuh hari ke depan. "Terima kasih yang mulia, setelah kami berdiskusi dengan terdakwa, kami menerima putusan pengadilan," ucap salah satu kuasa hukum Aditya Maharani Yuono. Seperti diketahui, dalam persidangan sebelumnya, JPU KPK menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Aditya Maharani Yuono, dengan kurungan penjara selama 2 tahun, disertai denda Rp 250 juta dan subsider 6 bulan. "Kami memilih untuk pikir-pikir yang mulia," timpal JPU KPK. Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Aditya Maharani Yuono mengakui perbuatannya, memberikan suap atau gratifikasi kepada Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah alias Anto. Terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang dan barang senilai Rp 6,1 miliar, yang terbagi sebesar Rp 5 miliar di Oktober-Desember 2019, dan Rp 1,1 miliar dari pemberian sepanjang Februari hingga Juni 2020. Imbalan dari keloyalannya itu, terdakwa mendapatkan puluhan pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim. Khusus untuk anggaran tahun 2019-2020, sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL serta 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim. Semua pengerjaan proyek itu tak terlepas dari hasil campur tangan kakak beradik, Musyaffa dan Suriansyah yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar. Selama mengerjakan puluhan proyek PL, diketahui terdakwa menggunakan bendera perusahaan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan, setiap perusahaan dibatasi hanya mendapatkan 5 hingga 7 proyek. Sidang kemudian dilanjutkan atas perkara terdakwa Deki Aryanto, selaku Direktur CV Nulaza Karya. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Deki Aryanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi atau suap secara berbarengan. Sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama. Disebutkan, Deki Aryanto telah memberikan suap berupa uang maupun barang kepada sejumlah pejabat tinggi di Kutim, senilai Rp 8 miliar. Tindakan suap yang dilakukannya guna mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020. Dalam fakta serangkaian persidangan, terdakwa Deki Aryanto mengakui telah memberikan uang sebesar Rp 5 miliar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar. Uang yang dia berikan itu digunakan Ismunandar untuk biaya kampanye Pilkada. Selain itu, Deki juga memberikan uang serta barang kepada Istri Bupati Kutim, Encek UR Firgasih yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim saat itu. Adapun timbal baliknya, terdakwa Deki Aryanto mendapatkan sejumlah proyek pengerjaan yang bersumber dari pokok pikiran milik Encek di DPRD Kutim Dengan nilai per proyeknya sebesar Rp 100 – 200 juta. Dari pengerjaan proyek itu, Deki menyisihkan uang sebagai komisi untuk Encek. Selain itu, terdakwa Deki Aryanto juga menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp 45 miliar. Total, ada sebanyak 407 proyek, dengan nilai Rp 150-175 juta per kegiatannya. Proyek ini didapatkan dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah. Proyek PL sebanyak itu dikerjakan oleh terdakwa dengan menggunakan bendera perusahaan berbeda-beda. Atas perbuatannya itu, majelis hakim menyatakan terdakwa Deki Aryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau kedua, Pasal 13 UU 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, karena perbuatannya itu. Dengan menjatuhkan berupa pidana, hukuman penjara selama 2 tahun dan denda sejumlah Rp 250 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman selama 4 bulan kurungan penjara," tegas Agung Sulistiyono ketika menjatuhkan putusan kepada terdakwa. Majelis Hakim menetapkan agar terdakwa tetap ditahan dan masa hukumannya dikurangi selama terdakwa menjadi tahanan dalam proses peradilannya. Selanjutnya menetapkan barang bukti dari nomor satu hingga nomor 323, untuk dikembalikan kepada Penuntut Umum, agar dapat dipergunakan dalam sidang perkara lainnya. Setelah menjatuhkan Hukuman, terdakwa diberikan kesempatan untuk menyampaikan haknya, apakah memilih terima, menyatakan banding atau pikir-pikir atas putusan tersebut. "Setelah diskusi dengan saudara Deki klien kami, atas putusan majelis ini kami terima yang mulia," ungkap Kuasa Hukum Deki Aryanto. Sementara itu, JPU memilih untuk pikir-pikir selama tujuh hari ke depan atas putusan tersebut. Seperti diketahui dalam persidangan sebelumnya, JPU KPK menuntut agar majelis hakim menjatuhi hukuman pidana kepada terdakwa Deki Aryanto berupa 2 tahun 6 bulan kurungan penjara, disertai denda Rp 250 juta subsider 6 bulan. "Kami sementara memilih untuk pikir-pikir," singkat salah satu JPU. "Baik dengan demikian, maka perkara ini dinyatakan selesai dan sidang ditutup," pungkas Agung Sulistiyono sembari mengetuk palu menandakan sidang ditutup. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: