Tolak Aduan, Bawaslu – KPU Disidang

Tolak Aduan, Bawaslu – KPU Disidang

Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) RI menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Sidang berlangsung di Kantor Bawaslu Balikpapan, Jalan MT Haryono, Kamis (26/11/2020).

nomorsatukaltim.com - Ada tiga perkara yang disidangkan. Pertama soal aduan pembatalan peserta Pilkada Kukar, Awang Yacoub Luthman oleh KPU setempat yang tercantum dalam nomor perkara 127-PKE-DKPP/X/2020. Perkara kedua soal penolakan permohonan sengketa pengadu oleh Bawaslu Kukar dengan nomor perkara 128-PKE-DKPP/X/2020. Ketiga penghentian laporan aduan oleh Bawaslu Kukar tercatat dalam nomor perkara 132-PKE-DKPP/X/2020. "Perkara nomor 127, ini diadukan oleh Awang Yacoub Luthman. Melalui kuasa hukumnya, Narsum. Mengadukan Erlyando Saputra, Nofand Surya Gafilah, Purnomo, Jainal Arifin dan Yuyun," kata Sekretaris DKPP Bernad Dermawan Sutrisno, Kamis (26/11/2020). Kelima teradu tersebut, merupakan jajaran KPU Kukar. Ketua dan anggotanya. Pokok aduan perkara nomor 127 tersebut, AYL ---sapaan Awang Yacoub Luthman, mendalilkan para teradu itu menolak pencalonan dirinya. Sebagai calon bupati. Padahal pengadu telah mendapatkan dukungan dari DPP PAN, melalui surat nomor PAN/A/Kpts/KU-SJ/062/VI/2020. Selain PAN, juga dukungan dari PKB. Dengan nomor surat 3629/DPP/01/VIII/2020. Sementara perkara nomor 128, juga diadukan oleh AYL. Teradunya ketua dan anggota Bawaslu Kukar. Yakni Muhammad Rahman, Sofiyan, Ali Mukid, Teguh Wibowo dan Yulia Parlina. Untuk perkara itu, pengadu ---AYL, mendalilkan, bahwa para teradu menolak permohonan sengketa pengadu pada 15 September 2020. Padahal, pengadu dalam hal ini telah melengkapi berkasnya. Objek permohonan pengadu tersebut adalah berita acara tentang pendaftaran bakal pasangan calon pada Pilkada Kukar 2020. Perkara ketiga, yang disidangkan, bernomor 132 tersebut. Kali ini, perkara diadukan Edi Sudirman melalui kuasa hukumnya, Narsum. Mengadukan jajaran Bawaslu Kukar. Ketua dan anggotanya juga. Pokok perkaranya, para teradu ---ketua dan anggota Bawaslu Kukar, menghentikan status laporan pengadu. Dengan alasan laporan tersebut tak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan. Penghentian itu, dilakukan tanpa pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan pengadu. Serta tak melaksanakan kajian dugaan pelanggaran. Adapun laporan yang dimaksud, dugaan perbuatan menjanjikan uang atau materi lainnya kepada warga neagra untuk memilih calon tertentu, yang dilakukan Maslianawati ---istri Edi Damansyah (calon bupati Kukar). Untuk agenda seluruh sidang, kata Bernad, mendengarkan keterangan pihak pengadu dan teradu. Serta saksi-saksi maupun pihak terkait yang dihadirkan masing-masing pihak. "Sidang kode etik DKPP ini bersifat terbuka untuk umum," katanya. Pada sidang tersebut, DKPP didampingi Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Kaltim. Dalam hal ini, Bawaslu Kaltim. DKPP dan TPD Kaltim sebagai majelis sidang tersebut. Sesuai ketentuan pasal 31 ayat 1 dan 2 Peraturan DKPP No.2 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan DKPP No.3 Tahun 2017 tentang Pedoman Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. "Iya, kami juga sebagai majelis. TPD itu juga majelis hakim. Atau majelis pemeriksanya. Tapi kami enggak komentar kalau soal kasusnya. Ataupun hasilnya. Itu (kewenangan) DKPP. Semuanya dari DKPP. Kami (TPD) enggak bisa komentar," kata Ebin Marwi, jajaran Bawaslu Kaltim, sebagai TPD.

PASLON MENGADU

Sementara di Kabupaten Berau, calon bupati Sri Juniarsih dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ia dituduh memberikan bantuan sosial berbau kampanye oleh tim lawan. Ketua Tim Hukum Paslon nomor urut 1, Seri Marawiyah-Agus Tantomo, Bambang Irawan menduga kompetitornya memberikan bantuan berupa amplop bergambar cabup Berau Sri Juniarsih, dan almarhum suaminya Muharram kepada korban kebakaran, di Kampung Suaran, Kecamatan Sambaliung, beberapa waktu lalu. “Karena dari penyampaian Bawaslu hal itu dilarang. Jadi kami melaporkan tindakan Cabup dari paslon 2 ke Bawaslu Berau untuk ditindaklanjuti. Kami juga melampirkan bukti-bukti berupa foto dan video,” ungkapnya, Rabu (25/11/2020). Laporan diserahkan Rabu (25/11/2020), sekira pukul 16.50 Wita di Sekretariat Bawaslu Berau, Jalan Merah Delima, Tanjung Redeb. Dirinya menilai, tindakan yang dilakukan Sri Juniarsih diduga telah melanggar Pasal 187A Ayat 1. “Kami menduga itu masuk dalam politik uang. Karena politisasi atau memanfaatkan bantuan kemanusiaan merupakan bagian dari politik uang. Karena di amplop yang diserahkan itu ada tertulis nama, dan gambar paslon,” terangnya. Ia juga mengatakan, dari barang bukti yang ditemukan, bantuan tersebut diserahkan langsung oleh paslon dari nomor 2 didampingi sejumlah tim suksesnya. Yang mana lanjut Bambang, bantuan lebih dulu diserahkan ke salah seorang warga yang diduga adalah ketua RT yang warganya mengalami musibah kebakaran di RT VI Kampung Suaran. “Bantuan itu diserahkan kepada seorang pria yang kami duga adalah ketua RT, karena dipanggil 'pak RT'. Selanjutnya bantuan itu diserahkan ke korban kebakaran, itu yang kami lihat dari barang bukti. Tapi cabup itu juga berada di tempat yang sama,” terangnya. Bambang berharap, Bawaslu dapat bekerja maksimal, dalam menindaklanjuti laporan yang dilayangkannya. “Kami berharap Bawaslu bekerja adil sesuai aturan dalam perundang-undangan, dan dapat mengusut dugaan pelanggaran ini,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Bawaslu Berau Nadirah mengatakan belum banyak keterangan terkait hal itu. Namun ditegaskannya, laporan yang disampaikan tim hukum dari paslon nomor 1 akan ditindaklanjuti. “Akan kami teliti. Waktu menindaklanjuti laporan itu 3 hari dan ditambah 2 hari,” katanya. Sementara, tim hukum paslon 2 Sri Juniarsih dan Gamalis yang diwakili, Penny Isdhan Tommy menegaskan bantuan kepada korban kebakaran merupakan sumbangan murni dari pribadi. Bukan atas nama pasangan calon peserta Pilkada Berau. Sebab, dalam penyerahan bantuan, juga tidak ada aksi kampanye. “Jadi itu murni atas nama pribadi, saat menyerahkan santunan itu juga tidak disertai dengan tim kampanye. Apalagi disertai atribut-atribut, atau simbol-simbol calon nomor 2,” terangnya. Menurutnya, sebagai mantan istri Bupati Berau Almarhum Muharram yang mendampingi suaminya menjalankan roda pemerintahan hampir 5 tahun, tentu merasa terpanggil ketika ada warga yang membutuhkan. Dirinya juga kembali menegaskan, santunan yang diberikan itu murni atas nama pribadi dan keluarga, dan bukan atas nama paslon pilkada. Bahkan, amplop itu juga tidak bergambar paslon ataupun ajakan untuk memilih nomor 2. “Gambar atau atribut dari paslon tidak ada. Saat menyerahkan, yang bersangkutan juga tidak ada melakukan kampanye, apalagi sampai mengajak untuk memilih dirinya,” jelasnya. Pihaknya juga menegaskan, sebagai terlapor, tetap akan bersikap kooperatif, dan siap kapan saja dipanggil ke Bawaslu Berau. “Pada intinya kami dari paslon 2 siap datang jika dipanggil ke Bawaslu Berau,” pungkasnya. (sah/zza/app/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: