Jalan Panjang Ibnul Menuju Garuda Select 3

Jalan Panjang Ibnul Menuju Garuda Select 3

Kini PR besar Ibnul adalah, bisakah ia segera menyesuaikan diri dengan lonjakan karier yang tak diduganya itu. Bergabung dengan talenta terbaik Tanah Air lainnya tentu bagaikan dua mata pisau. Ia bisa lebih berkembang sebagai pesepakbola karena berada di lingkungan dan sistem yang tepat. Tapi bisa juga terpeleset jika tak mampu menyingkirkan suatu penyakit bernama star syndrome. Langkah Ibnul, ia sendiri yang menentukan kini.

*

TERJADI ATAS CAMPUR TANGAN TUHAN

Tanggal 14 Oktober 2004 lalu. Seorang bayi laki-laki lahir ke dunia. Kebahagiaan menyelimuti pasangan Ahmad Zarkasih dan Nurhidayah. Doa yang mereka panjatkan layaknya orang tua pada umumnya. Yakni agar anak kedua yang diberi nama Ibnul Mubarak itu menjadi pribadi yang soleh dan berguna untuk agama serta bangsa dan negara.

Seiring berjalannya waktu Ibnul tumbuh sebagai bocah yang cukup aktif. Sejak taman kanak-kanak, Zarkasih sudah melihat potensi yang terpendam pada diri anaknya itu. Terutama jika melihat posturnya yang mencolok. Lebih tinggi dari rekan seusianya saat itu.

"Wah ini kalau jadi pemain bola bagus anak ini," batin sang ayah saat itu.

Meski sudah berpikiran seperti itu. Zarkasih tak langsung mengarahkan anaknya ke sepak bola. Ia memilih memberi kebebasan pada sang anak. Memilih apa saja yang Ibnul sukai dan inginkan. Utamanya dalam bidang olahraga.

Prediksi pria yang juga pendakwah di Kota Balikpapan ini ternyata meleset. Saat duduk di bangku sekolah dasar (SD) Ibnul menyukai memang olahraga. Bola juga. Tapi bukan sepak bola. Melainkan bola tangan.

Ibnul cukup intens menggeluti bola tangan saat itu. Prestasi tertingginya adalah membawa SDN 001 Balikpapan sebagai juara di sebuah kejuaraan antar sekolah.

Seiring usia beranjak, Ibnul akhirnya berpindah hati ke olahraga yang lebih populer. Yaitu bola basket. Memainkan bola keranjang ini, Ibnul pun tak pernah setengah hati.

Tapi lagi-lagi, Ibnul berganti pilihan olahraga. Gegara sang kakak, Ahmad Musyarof yang kala itu bergabung di Sekolah Sepak Bola (SSB) Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Dulu namanya masih SSB Total Indonesie.

Melihat kakaknya sangat asyik saat bermain sepak bola. Ibnul pun ikut-ikutan. Masuk lah dia ke SSB tersebut. Bareng sang kakak. Rupanya sepak bola membuat Ibnul lebih bahagia. Dia berlatih lebih keras ketimbang bola tangan dan basket.

Melihat intensitas latihan yang tinggi. Sang ibu, Nurhidayah tak merasa khawatir. Paling tidak, anaknya menghabiskan waktu dan energinya untuk hal positif. Hanya itu pemikirannya saat itu. Selain juga ada faktor lain.

"Karena kita lihat di PHM ibadahnya lancar juga. Salat terjaga. Profesi apa pun ibadah itu nomor satu. Memang Masya Allah ya, pelatihnya juga sangat berperan," ujar wanita yang berprofesi sebagai penjual kue tersebut.

Selama di rumah anaknya itu sangat penurut. Kalau pun keluar rumah selalu izin dengan orang tua. "Jangankan keluar rumah. Kalau misalnya ada makanan di rumah pasti tanya ini punya siapa," timpal Zarkasih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: