Dua Pemanah Cantik Kaltim Menuju Sea Games 2021
Usia yang seharusnya Indri sudah menapaki karier atletiknya lebih serius. Sampai akhirnya ada bisik-bisik soal olahraga panahan. Indri mulai pikir-pikir. Meneruskan atletik, pindah ke panahan, atau berhenti menjadi atlet. Untuk menjalani hidup konvensional. Selayaknya wanita kebanyakan.
Wanita penyuka Rizky Febian itu akhirnya mantap. Tahun 2012, saat ia baru memasuki masa perkuliahan.
Setahun pertama di panahan tentulah berat. Lebih dari 3 bulan setiap hari Indri hanya menariki karet busur panah. Itu saja. Tidak boleh menembak. Jenuh sejenuh-jenuhnya. Sementara jadwal kuliah semakin padat.
Tapi dia tidak patah arang. Jadwal kuliah dan jadwal latihan dijalaninya secara disiplin. Agenda nongkrong? Boro-boro, belajar kelompok saja dia abaikan kalau berbenturan dengan jadwal latihan.
“Karena saya tahu belajar kelompok itu belajarnya sebentar saja, Mas. Banyak waktu terbuang. Jadi saya pilih latihan saja,” ujarnya.
Pilihannya terbilang sangat tepat. Lepas setahun, Indri sudah mengikuti kejuaraan pertamanya. Tidak main-main, kejuarannya langsung level internasional. Bermain di Malaysia. Setahun kemudian ia kembali ikut kejuaraan tingkat Asia.
Selain ulet, melejitnya karier Indri dikarenakan secara fisik, sudah terbentuk sewaktu jadi atlet atletik.
“Menurut saya lebih pada kematangan mental ya, tidak bergantung pada berapa lama orang itu menggelutinya. Kalau memang dia berlatih keras. Bisa cepat jadi. Jadi intinya pada mental ya idealnya itu,” jelasnya.
Walau pada dasarnya di panahan, Indri tak terburu-buru. Karena tak seperti cabor lain, panahan tak mengenal batasan usia. Segala umur tetap bisa ikut berbagai kejuaraan. Dari level lokal, nasional, sampai internasional.
Lain cerita dengan Phia. Anak pasangan Moh. Hatta dan Haniah ini sejak kecil adalah penari. Enam tahun lamanya ia geluti kegiatan itu. Beberapa kali sudah mentas. Walau hanya lokalan saja. Tampil di Tenggarong dan Samarinda.
Rekan ibunya akhirnya mengajak Phia untuk menggeluti panahan. Ibunya setuju, Phia manut. Karena dari dalam dirinya yang sayu itu, ada keinginan untuk membuat hal besar.
Tapi yang dialami Phia jauh dari ekspektasinya. Enam bulan dia hanya menarik karet busur. Benar-benar enam bulan, enam hari seminggu. Phia yang saat itu masih berumur 13 tahun sempat ingin menyerah.
Ia sudah utarakan niat keluar dari panahan. Tapi sang ibu makin keras berusaha. Setiap hari ibunya mengantar jemput Phia latihan. Kakaknya yang saat itu sebagai atlet juga turut menyemangati. Phia sekali lagi manut. Dan 8 tahun berlalu, dara 21 tahun itu sudah memastikan tempat di PON dan miliki peluang bermain di Sea Games.
*
BERLATIH SANGAT KERAS
Pagebluk yang memaksa aktivitas olahraga runyam berantakan. Membuat panahan juga melakukan penyesuaian. Tak ada lagi latihan bersama. Atlet hanya ditekankan untuk menjaga fisik saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: