Kurang Gercep Manfaatkan RCEP

Kurang Gercep Manfaatkan RCEP

Kalimantan Timur diperkirakan terimbas perjanjian kerja sama perdagangan regional negara-negara di kawasan ASEAN, plus Tiongkok, Jepang, Korsel, Australia dan Selandia Baru (RCEP). Ini karena Kaltim punya pelabuhan fasilitas pelayaran langsung.

nomorsatukaltim.com - Perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang diteken beberapa hari lalu, membuka peluang Indonesia mengakses negara-negara anggota dengan biaya rendah, bahkan gratis. Begitu pula, negara lain punya hak yang sama. Dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden yang disiarkan Minggu (15/11/2020), Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor sebesar 8 persen sampai 11 persen, “dan investasi ke Indonesia sebesar 18 persen sampai 22 persen," kata Agus Suparmanto bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Indonesia juga bisa mendapat manfaat lain dari perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dari negara-negara RCEP dengan negara-negara non-RCEP. "Perluasan peran Indonesia melalui global supply chain dari spill over effects ini berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen," katanya. Lebih lanjut Agus bilang proyeksi peningkatan potensi ekonomi ini berhasil dari kajian perkembangan ekonomi Indonesia dan para negara RCEP dalam lima tahun terakhir. Menurut catatannya, 15 negara RCEP mewakili 29,6 juta penduduk dunia, 32 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, 27,4 persen perdagangan dunia, dan 29,8 persen investasi asing dunia. KAITANNYA DENGAN KALTIM Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, Slamet Brotosiswoyo menilai perjanjian itu membuka peluang meningkatkan ekspor komoditi unggulan. Hal itu, kata Slamet, karen ada beban biaya yang berkurang. “Perjanjian ini bisa membuka pintu ekspor berbagai komoditi, tidak hanya pertambangan, namun juga pertanian dan perkebunan,” kata dia. Industri batu bara diperkirakan akan menjadi pihak yang merasakan dampak positif lebih awal. Selama ini, emas hitam itu menjadi langganan Tiongkok, Jepang dan Korsel. Khusus ke negeri oppa, Kaltim diperkirakan akan meningkatkan pasokan sawit sebagai salah satu bahan pembuat kosmetik. Sementara produk pertanian, ekspor porang akan semakin ditingkatkan. Setahun ini, banyak petani meminati umbi-umbian untuk pangsa pasar ekspor. Meski begitum Slamet juga tak memungkiri negara-negara lain memanfaatkan peluang yang sama untuk membanjiri produk mereka di Indonesia. Karena itu, pemerintah harus cepat mendorong lahirnya penghiliran industri. Wakil Ketua Bidang Investasi, Kamar Dagang dan Indusrtri (Kadin) Kaltim, Alexander Sumarno punya pandangan lain. Menurutnya, pemerintah harus lebih dulu memperbaiki fasilitas utama ekspor yang ada di Kawasan Industri Kariangau (KIK). Sejak bertahun-tahun, kawasan ini diproyeksikan menjadi salah satu pusat aktivitas industri dan pertumbuhan ekonomi. Namun pembangunan fasilitas pendukung belum rampung juga. Jalan akses KIK yang terhubung dengan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda baru ditarget selesai akhir tahun ini. Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan integrasi wilayah dengan Kawasan Industri Buluminung di Penajam Paser Utara, juga sedang dalam proses penyelesaian akses jalan pendekat. Serta pembangunan sarana penunjang lain. Seperti sarana air bersih, pasokan listrik, instalasi pengolahan limbah, dan gedung perkantoran. “KIK sangat potensial untuk dikembangkan menjadi pusat kawasan ekonomi daerah. Namun, seberapa cepat aktivitas kawasan ini akan terealisasi. Tergantung pada pihak pengelola. Dalam hal ini, pemerintah dan perusda,” kata Alex, baru-baru ini. "Kariangau itu punya pemerintah, dikelola oleh Perusda. Kalau yang mengelola tidak punya business minded. Akan sulit untuk bangkit industrinya," kritik Alex. Ia menilai pengembangan kawasan ini yang cenderung lamban. Untuk pasokan listrik saja contohnya. Saat ini, kata dia. Baru tersedia untuk penerangan. Belum memenuhi kapasitas pabrik. Pihak PLN kata Alex, sebenarnya sudah menemui pihak pengelola di sana. Untuk pemasangan pasokan listrik di Kariangau. Namun pihak pengelola justru meminta penawaran lain. Listrik boleh ada di Kariangau. Tapi, pihak pengelola yang membeli dari PLN. Dan menjual kembali kepada perusahaan-perusahaan. Pihak PLN tidak bisa menerima penawaran itu. Karena PLN tak memiliki kebijakan menjual listrik melalui pihak ketiga. "Entah apa masalahnya? Kenapa tidak bisa berdamai?" Keluhnya. Dari sudut pandang pengusaha, ada 3 hal untuk melihat visibilitas suatu kawasan industri. Di antaranya adalah bahan baku, sumber daya manusia (SDM), dan biaya operasional. Lokasi industri KIK, direncanakan dibagi menjadi dua kawasan. Yakni kawasan Utara untuk jenis industri substitusi impor, manufaktur, lokal base, dan industri campuran. Sedangkan kawasan selatan, diperuntukkan untuk industri manufaktur logam dan kimia, industri teknologi modern dan industri berorientasi ekspor. Sementara jenis-jenis industri yang akan dikembangkan. Di antaranya adalah industri briket batu bara, minyak dan gas, methanol, olefin dan arimatik, dan karet. Industri pengolahan makanan dan minuman. Seperti industri pengalengan nenas, ikan dan udang, pengolahan kakao, produk turunan CPO, dan industri kerajinan. Namun, menurut Alex, berdasarkan ketersediaan bahan baku disekitar lokasi Kariangau. Industri yang paling mungkin dibangun adalah industri kayu dan produk turunan CPO. "Yang ada di situ kan cuma kayu, punya IHM ITCI. Sama perkebunan sawit. Ya industri itu yang cocok. Kalau berdasarkan bahan baku," ujarnya. Sementara untuk SDM, menurut Alex. Masih menjadi tantangan tersendiri. Lokasi KIK yang jauh dari pemukiman warga. Akan sedikit menyulitkan. Untuk industri high tech pun dibutuhkan tenaga terampil dan berpendidikan. Jika Kaltim belum mampu memasok itu. Kebutuhan tenaga kerja harus didatangkan dari luar daerah. Masalah lain, UMP di Kaltim dinilai masih tinggi. Untuk membayar buruh tenaga kerja untuk kebutuhan pabrik. Belum lagi, budaya kerja industri yang belum terbangun di Kaltim. Seperti di wilayah industri di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. "Effort kerja pergi pagi pulang sore, malam tidur. Besok begitu lagi. Orang kita susah. Kerja ngobrol. Di pabrik tidak bisa ngobrol," ujar Alex. Terakhir, terkait biaya operasional. Menurutnya, mahal atau murah tak menjadi persoalan utama bagi pengusaha. Tergantung penawaran dan kenyamanan apa yang bisa ditawarkan kepada pihak investor. Kemudahan perizinan, wilayah yang kondusif, fasilitas pendukung yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil. KIK, menurut Alex, masih jauh panggang dari api. Dalam penawaran kemudahan itu. "Kita bertahun-tahun memulai dan merencanakan. Tapi tidak pernah masuk yang betul-betul mengerjakan," pungkasnya. Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bappeda Litbang Balikpapan, Agus Budi Prasetyo mengakui infrastruktur masih menjadi kendala KIK. Akibatnya, hampir satu dekade, jumlah investor di kawasan itu tercatat baru 15 perusahaan. (krv/fey/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: