AJI Biro Samarinda Bedah MoU Dewan Pers-Polri

AJI Biro Samarinda Bedah MoU Dewan Pers-Polri

Suasana diskusi bedah yang digelar di Kafe Antara, Jumat (6/9/2019) siang. (AJI Biro Samarinda)

Samarinda, DiswayKaltim.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan Biro Samarinda menggelar diskusi. Membedah Memorandum of Undestanding (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri.

MoU itu tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakkan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Acara berlangsung di kafe LKBN Antara Kaltim, Samarinda, Jumat (6/9/2019).

Hadir tiga narasumber. Iptu M Nainuri, mewakili Polresta Samarinda. Charles Siahaan selaku ahli pers. Dan Nalendro Priambodo mewakili AJI Balikpapan Biro Samarinda. Agenda dipandu anggota AJI Biro Samarinda Yuda Almerio selaku moderator.

Tujuan diskusi ini untuk menegaskan pemahaman. Juga sebagai pembelajaran bersama. Terkait nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri.

Sementara itu, Iptu M Nainuri menjelaskan prosedur penanganan terhadap kasus-kasus yang ditangani di kepolisian. "Tugas kami menegakkan hukum. Jika ada warga negara yang melapor, maka kami akan melayani," kata Nainuri dalam sesi diskusi tersebut.

Nainuri menekankan, dalam MoU antara Dewan Pers dan Polri itu. Untuk sengketa pers pihaknya menyerahkan penanganan kasus ke Dewan Pers. Terkait penyelidikan, kata dia, merupakan langkah untuk memastikan, apakah laporan tersebut sengketa pers atau pidana murni.

"Jadi nanti akan kami panggil. Bukan panggilan pro justisia, hanya undangan saja. Bagaimana kami bisa mengetahui jika tidak kami selidiki terlebih dahulu," katanya.

Charles Siahaan mengungkapkan, ada kegelisahan jurnalis jika produk jurnalistik dapat berujung pidana. Menurut Charles, jika ada laporan masyarakat ke polisi yang melampirkan artikel atau berita. Yang merupakan produk jurnalistik sebagai barang bukti, sudah selayaknya kasus tersebut diarahkan ke Dewan Pers.

"Semangat kemerdekaan pers ini yang ingin kita kawal. Polri, jaksa, semua harus menjaga semangat kemerdekaan pers," kata Charles.

Ia menjelaskan ada potensi intimidasi jika sengketa pers ditangani polisi. Surat pemanggilan jika sampai tiga kali surat dapat berujung dengan penjemputan paksa.

Charles berharap, polisi dapat memahami ranah kerja Dewan Pers. Selain itu, jika ada laporan terkait pemberitaan maka dapat diarahkan melapor ke Dewan Pers. Atau langsung meminta hak jawab. Atau hak koreksi ke media bersangkutan.

"Bukan surat pemanggilan, bisa juga diarahkan mediasi, agar kedua belah pihak dapat memahami," ungkapnya.

Kepala Biro Antara Kaltim Abdul Hakim, menyampaikan tanggapannya. Kata dia, da dua kalimat kunci esensi dari MoU Dewan Pers dan Polri. Yakni semangat kemerdekaan pers. Dan penegakan hukum.

"Pendekatan yang bisa dilakukan sebelum masuk ke penanganan hukum ialah adanya mediasi. Agar saat masuk ke jalur hukum sudah jelas persoalannya," kata dia.

Menanggapi itu, Iptu M Nuraini memaparkan tentang surat pemanggilan oleh kepolisian. Tujuannya surat itu, kata dia, untuk mengetahui apakah kasus tersebut merupakan sengketa pers atau bukan.

"Kalau masih panggilan, Insha Allah (jurnalis) jangan khawatir," tekannya.

Nainuri menekankan, pemanggilan bukan berarti sudah pro justisia. Untuk itu, penerima panggilan melalui undangan dari polisi tidak diwajibkan hadir. Namun, hal tersebut bisa menjadi catatan tentang kurangnya kooperatif.

Koordinator AJI Biro Samarinda Nofiyatul Chalimah mengapresiasi polisi, seluruh narasumber dan peserta diskusi yang hadir.

"Ini adalah awal baik untuk menjadi pembakaran bersama. Kami jurnalis akan menjaga semangat kemerdekaan pers," kata Nofi.

Jika ada sengketa pers, kata Nofi, sudah selayaknya hal itu ditangani Dewan Pers. "Agenda ini tujuannya agar tidak ada lagi kesalahpahaman antara pihak terkait tentang produk jurnalistik," katanya. (sah/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: