Polisi Tangkap Sembilan Peserta Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Samarinda, Dua Dijadikan Tersangka
Samarinda, NomorSatuKaltim.com - Polresta Samarinda menetapkan dua orang tersangka dalam aksi demo tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law yang berlangsung Kamis (5/11/2020) sore kemarin, di depan gedung DPRD Kaltim.
Hal ini diungkapkan Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman dalam konfrensi persnya, Jumat (6/10/2020) siang. Kepada awak media, dirinya menerangkan, dari ratusan massa aksi, jajaran Polresta Samarinda menangkap sembilan peserta aksi yang terindikasi melakukan aksi anarkisme. "Dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan pengerusakan dan membawa senjata tajam," jelas Arif kepada awak media. Arif mengatakan, dua peserta aksi berstatus mahasiswa ini ditetapkan sebagai tersangka dengan barang bukti satu buah senjata tajam (Sajam) jenis badik, dan kayu balok yang digunakan untuk merusak gerbang DPRD Kaltim. Dua massa aksi yang kini tengah diproses kepolisian itu berinisial FR (24) dan WJ (22). Sajam jenis badik di dapati polisi dari badan FR saat ditangkap ketika aksi mulai memanas. Begitupula dengan WJ. "Kami amankan badik sepanjang 25 sentimer dan dua balok kayu sebagai alat buktinya," imbuhnya. FR yang diketahui membawa badik di pinggang kirinya, dituding hendak menancapkan senjata tajamnya itu kepada salah satu anggota kepolisian. "Anggota (polisi) mengalami luka goresan di bagian tangan. Kalau kami melihatnya ini bukan unjuk rasa lagi karena sudah membawa sajam. Kami akan pidanakan, karena kami harus bertindak tegas," tegasnya. Untuk tersangka FR dikenakan polisi Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951. Sedangkan WJ disanksi Pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan. Selain sembilan massa aksi ini, tak menutup kemungkinan jumlahnya akan bertambah. Sebab, diduga masih banyak pedemo lainnya yang melakukan aksi anarkis serupa. "Sudah pasti ini mereka siapkan dan rencanakan, mereka tahu bahwa pagar itu kami kunci sehingga mereka tidak bisa masuk ke dalam. Ya kemungkinan ada dalangnya, tentu akan kami dalami untuk mengungkapnya," bebernya. Tak hanya melakukan pendalaman kasus, Arif juga menyebut kalau ke sembilan pemuda ini terlebih dulu menjalani test narkoba dan COVID-19. Hasilnya, satu di antaranya mendapatkan hasil reaktif COVID-19, sedangkan hasil tes narkoba masih belum keluar hingga konferensi pers siang tadi dilakukan. Namun hingga saat ini, polisi masih terus melakukan penyelidikan dan mendalami dugaan tersebut, sembari melengkapi alat buktinya. Meski dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tujuh sisanya saat ini masih terus dilakukan pemeriksaan intens oleh pihak kepolisian. "Kami masih mendalami peran mereka (tujuh pemuda yang diringkus)," sambungnya. Disinggung mengenai adanya tindakan represif dari aparat kepada para demonstran, Arif menjawab kalau pengamanan aksi sudah sesuai standar operasional prosedur. Arif juga meminta kepada publik, agar peristiwa seperti ini jangan hanya dilihat dari satu sisi saja. "Ada sebab ada akibat. Kami tidak punya niat untuk melukai pengunjuk rasa. Tapi kalau sudah anarkis kami tidak bisa mendiamkan begitu saja. Tentu saja kami amankan mereka semua ini berdasarkan fakta-fakta yang ada," katanya. "Pengamanan kemarin sudah sesuai dengan SOP. Kami tetap mengamankan jalannya unjuk rasa meski tidak ada pemberitahuan. Karena sudah mencapai batas waktu yang ditetapkan dan massa sudah bertindak anarkis, maka kami harus melakukan tindakan tegas untuk menjaga kondusifitas," katanya lagi. Untuk diketahui, selama beberapa kali mengamankan aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, sedikitnya polisi pernah menangkap 50 demonstran di Mapolresta Samarinda. Tak hanya dari kalangan mahasiswa, para pelajar dari tingkat SMP, SMA dan SMK pun tak sedikit yang diringkus petugas. Namun mereka hanya diberi sanksi pembinaan dan dipanggil orang tuanya, serta membuat surat pernyataan agar tak kembali melakukan tindak anarkis di tengah aksi demo. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: