Tekan Kematian Bumil, Diskes Kukar Dirikan Srikandie

Tekan Kematian Bumil, Diskes Kukar Dirikan Srikandie

Kukar, nomorsatukaltim.com – Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi satu di antara kabupaten di Kalimantan Timur (Kaltim) yang jumlah kematian ibu maternal (ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas) tertinggi. Ini memberikan efek terhadap jumlah kematian neonatus dan bayi.

Fakta tersebut yang mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kukar  membuat program inovasi bernama Srikandie. Untuk menekan angka kematian ibu hamil (Bumil).

Berdasarkan data sepanjang tahun 2015 sampai 2019, terdapat 142 kasus kematian maternal yang tersebar di seluruh puskesmas Kukar. Kemudian ada pula kasus eklamsia, sebanyak 30 kasus (37,5%). Ini disebabkan oleh Maternal Mortality Rate atau angka kematian ibu yang tertinggi.

Sekretaris Dinkes Kukar, Ismi Mufidah sekaligus Plt Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesma) berharap, dengan adanya Srikandie ini dapat menekan angka kematian pada ibu maternal.

“Tahun 2020 ini, mungkin angka kematian di Kecamatan Samboja lumanyan tinggi. Juga di Kecamatan Loa Kulu. Kita berharap dengan adanya inovasi ini dapat menurunkan angka kasusnya,” katanya, Rabu (21/10/2020).

Selanjutnya, Kepala Seksi (Kasi) Penyehatan Keluarga, Sri Lindawati, selaku penggagas ide Srikandie menuturkan, inovasi tersebut untuk melakukan skrining kepada ibu hamil dengan menggunkan formulir khusus.

“Jadi diharapkan mampu melakukan intervensi lebih awal untuk mencegah eklamsia atau komplikasi kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi dan kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan,” tuturnya.

Sri juga menjelaskan, ada berbagai macam yang menyebabkan seorang ibu hamil bisa eklamsia, antara lain memiliki riwayat menderita preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, sedang menjalani kehamilan pertama atau memiliki jarak antar kehamilan yang terlalu dekat, ada riwayat hipertensi kronis, hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, ada mengidap penyakit tertentu, seperti diabetes, anemia, obesitas, serta penyakit autoimun, seperti lupus,” jelasnya.

Sri juga menyebutkan angka kematian tinggi tersebut kaerena ada 4T (4 Terlalu). Yakni yaitu terlalu muda (kehamilan di usia ibu kurang dari 20 tahun), terlalu tua (kehamilan di usia ibu lebih dari 35 tahun), terlalu banyak (kehamilan lebih dari 4 kali) dan terlalu rapat (kehamilan dengan jarak kurang dari 2 tahun dari kehamilan sebelumnya).

Kemudian ada juga yang namanya 3T (3 Terlambat), yaitu terlambat mengenali risiko dan terlambat mengambil keputusan, terlambat tiba di fasilitas pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan penanganan, yang pada akhirnya akan memperbesar risiko kematian ibu maternal.

“Makanya kita membuat format yang sudah kita modifikasi sedemikian rupa, dari berbagai referensi dan dijadikan suatu keharusan kepada teman-teman di puskesmas dan di berbagai layanan jejaringannya untuk melakukan skrining kasus eklamsia. Dimulai dari usia 12 minggu kehamilan. Dan itu dilakukan berbagai macam pengukuran,” ujarnya.

Adapun format Srikandie memiliki indikator penilaian, yakni  Anamnese, Pemeriksaan Fisik Body Mass Index (BMI), Pemeriksaan Tekanan Darah, yaitu pengukuran Mean Arterial Pressure (MAP) dan pengukuran Roll Over Test (ROT). (adv/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: