Peletakan Dasar dalam Pendidikan untuk Pertumbuhan Anak
OLEH: FITRIA RAMADANA*
Berdasarkan International Seminar on Early Childhood Care & Education and Parenting yang dilaksanakan di Bangkok tahun 2015, Indonesia merupakan negara di Asia yang tingkat usia anak dalam memulai pendidikan sejak usia dini bisa tertinggal dari negara lain. Beberapa negara seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Timor Leste, usia anak untuk mendapatkan pendidikan usia dini sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun.
Sedangkan negara-negara seperti Indonesia dan Filipina usia anak untuk dapat memasuki pendidikan usia dini berada dalam rata-rata usia 5 tahun. Kebanyakan orang tua di Indonesia akan menyekolahkan anak pada saat anak sudah berusia matang dan siap untuk bersekolah di TK. Yaitu dengan rentang usia 4-5 tahun. Banyaknya angka anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan juga dipengaruhi oleh persepsi orang tua terhadap pendidikan anak usia dini (Andini, 2013).
Pendidikan usia dini di Indonesia ternyata 55,4 persen masih terbatas di perkotaan dan 44,6 persen di pedesaan. Karena masih tergantung pada partisipasi dan kemudahan orang tua untuk mencapai sekolah anak-anaknya. Sementara di pedesaan, pendidikan usia dini ini kurang partisipasinya dari masyarakat. Karena pengetahuan terhadap pentingnya pendidikan usia dini sangat minim informasi dan sosialisasi. Tergantung pada pemangku kebijakan setiap provinsi di Indonesia. Distribusi guru pada berbagai jenjang juga tidak merata (Mahbub et al, 2020). Misalnya di daerah perkotaan lebih banyak tempat penitipan anak dan kelompok bermain. Sebenarnya di pedesaan dan dari keluarga miskin jumlahnya lebih banyak yang membutuhkan pendidikan usia dini ini. Karena memberi keseimbangan kepada anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Agar mereka tidak miskin secara intelektual, sosial dan moral seperti orang tua dan keluarga. Sehingga partisipasi pendidikan anak usia dini di Indonesia harus mulai dimaksimalkan sejalan dengan banyaknya penduduk di Indonesia. Terutama anak usia dini yang tergolong berusia 0-6 tahun (Nani Rohmani, 2020).
Himpunan Tenaga Pendidik Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) mendapati adanya penurunan drastis terhadap jumlah penerimaan peserta didik PAUD di tengah pandemi COVID19. Hal itu lebih banyak terjadi karena PAUD belum bisa melakukan pembelajaran tatap muka di sejumlah wilayah terkait penekanan penularan corona. Di satu sisi, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang menjadi solusi sementara kegiatan belajar mengajar saat ini pun umumnya lebih sulit dilakukan anak usia dini. Alhasil, banyak orang tua mengurungkan niatnya menyekolahkan anak ke PAUD. Baik karena kendala ekonomi atau asumsi pembelajaran di PAUD dilakukan di rumah. Sehingga tak perlu mendaftarkan anak ke lembaga PAUD (CNN Indonesia, 2020).
Pentingnya PAUD juga belum diketahui oleh orang tua. Mereka belum tahu bahwa pendidikan di usia dini sangat penting bagi anak usia dini. Menurut mereka, pendidikan di usia dini tidak terlalu penting. Karena anak masih terlalu kecil untuk belajar. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa orang tua belum mengetahui bahwa kecerdasan anak sangat ditentukan saat anak masih dalam usia dini. Pengetahuan orang tua terhadap PAUD mempengaruhi persepsinya terhadap PAUD. Semakin banyak pengetahuan orang tua mengenai PAUD, maka ia akan memilik persepsi yang baik terhadap PAUD. Begitu pula sebaliknya. Pengetahuan orang tua yang kurang akan menimbulkan persepsi yang kurang baik terhadap PAUD. Pengetahuan orang tua tentang pentingnya PAUD sangatlah penting. Agar orang tua dapat memberikan pendidikan terbaik untuk anak mereka. Baik pendidikan dalam keluarga maupun di sekolah (Shohaiva Nugraheni, 2014).
Penulis beranggapan bahwa usia dini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan si kecil yang harus dioptimalkan secara maksimal. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui perbedaan PAUD dan TK. Agar pembelajaran anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan usianya (Fitria, 2020). Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar. Yang merupakan suatu upaya pembinaan. Ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan. Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Agar anak memiliki kesiapan. Dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Yang diselenggarakan pada jalur formal, non-formal, dan informal. PAUD jalur formal diselenggarakan dalam bentuk TK dan Raudlatul Athfal alias TK Islam, jalur non-formal khusus menangani anak-anak usia 2-4 tahun yang diserap Kelompok Bermain (Play Group), Tempat Penitipan Anak dan SPS (Bina Keluarga Balita, Taman Pendidikan Quran (TPQ), dan Sekolah Minggu. Jalur informal adalah pendidikan di keluarga (UU No. 20 Tahun 2003).
TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Tujuan penyelenggaraan TK adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta anak didik. Untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Dengan menjalani pendidikan TK, anak diharapkan lebih siap untuk memasuki pendidikan dasar. Sasaran pendidikan TK dibagi dalam dua kelompok belajar berdasarkan usia: Kelompok A untuk anak usia didik 4-5 tahun, dan Kelompok B untuk anak didik usia 5-6 tahun. Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non-formal. Yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2-4 tahun. Sasaran Kelompok Bermain adalah anak usia 2-4 tahun dan anak usia 4-6 tahun yang tidak dapat dilayani TK, setelah melalui pengkajian dan mendapat rekomendasi dari pihak yang berwenang (Astrid Nabilla, 2016).
Kelompok Bermain adalah seperangkat aktivitas yang dilakukan oleh anak selama berada di Kelompok Bermain. Dalam rangka mencapai tumbuh kembang yang optimal. Adapun tujuan penyelenggaraan pendidikan di Kelompok Bermain adalah memberikan pelayanan pendidikan prasekolah. Agar anak dapat: (1) mengembangkan kehidupan beragama; (2) mengembangkan kemandirian; (3) mengembangkan kemampuan berbahasa; (4) mengembangkan daya pikir; (5) mengembangkan daya cipta; (6) mengembangkan perasaan atau emosi; (7) mengembangkan kemampuan bermasyarakat; (8) mengembangkan keterampilan (motorik halus); (9) mengembangkan jasmani (motorik kasar); dan (10) meningkatkan proses tumbuh kembang anak secara wajar (Sujud, 2010:54).
Penulis sadar pada saat anak berusia 0-6 tahun, perkembangan otak berada di rentang yang paling pesat. Yang mana jutaan koneksi saraf terbentuk. Sehingga stimulasi yang tepat sasaran sangat diperlukan setelah melewati periode emas tersebut. Pembentukan koneksi saraf menurun untuk membentuk sirkuit otak yang efisien. Periode keemasan tersebut hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Jika potensi-potensi dasar pada periode tersebut kurang memperoleh berbagai rangsangan, maka tidak mustahil kalau potensi anak akan tenggelam atau tidak berfungsi sama sekali (lost of capacity) ketika ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi dewasa (Susanti, Pikiran Rakyat, 11 Feb 2005). Realita yang terjadi adalah masih banyak orang tua yang kurang menyadari pentingnya pemberian stimulasi yang tepat pada masa anak usia dini. Karena ketidaktahuan tersebut, orang tua acuh tak acuh pada pendidikan anak usia dini. Maka dari itu, penulis menyarankan orang tua untuk mengerti terlebih dahulu perbedaan TK dan PAUD.
Berdasarkan hasil studi kepustakaan di atas, penulis berharap pada masa pandemi orang tua tetap memasukkan anaknya di lembaga PAUD. Baik formal maupun non-formal. Sesuai usia anak. Karena sebagian orang tua memiliki pengaruh latar belakang pendidikan yang kurang menunjang. Seperti kompetensi guru PAUD yang mampu merancang kegiatan bermain anak sebagai sarana belajar. Sesuai aspek perkembangan dan pertumbuhan yang mencakup nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, serta seni.
Oleh sebab itu, orang tua perlu bimbingan guru PAUD untuk mengajarkan anak di rumah pada masa pandemi. Di masa pandemi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tetap dapat dilakukan di rumah. Dengan panduan kurikulum yang ditetapkan Kemendikbud. Seperti modul belajar PAUD yang dijalankan dengan prinsip “Bermain adalah Belajar”. Proses belajar terjadi saat anak bermain serta melakukan kegiatan sehari-hari. (*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Masyarakat Universitas Mulawarman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: