Alami Kerugian, Ini 3 Pukulan yang Menghantam Pertamina

Alami Kerugian, Ini 3 Pukulan yang Menghantam Pertamina

Para pekerja Pertamina sedang mengecek mobil tangki yang memuat BBM. Bahan bakar ini akan disalurkan ke sejumlah SPBU di Indonesia. (Int)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - PT Pertamina (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi (migas), mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 767,92 juta atau sekitar Rp 11,33 triliun (asumsi kurs Rp 14.766/US$) pada semester I-2020. Turun dibandingkan pencapaian laba bersih sebesar US$ 659,96 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Sedangkan untuk rugi komprehensif lainnya tahun berjalan pada semester I tercatat US$ 905,91 juta atau sekitar Rp 13,38 triliun. Dibandingkan penghasilan komprehensif lainnya sebesar US$ 552,66 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini mengatakan, adanya pandemi COVID-19 ini telah berdampak signifikan terhadap kinerja perseroan pada semester I-2020.

Dia mengatakan, ada 3 pukulan yang dirasakan perseroan akibat pandemi ini. Antara lain: pertama, penurunan penjualan yang siginifikan. Berdasarkan laporan keuangan (tidak diaudit) Pertamina, hingga 30 Juni 2020, perseroan mencatatkan penurunan pendapatan usaha menjadi US$ 20,48 miliar dari US$ 25,55 miliar pada semester I-2019.

Adapun kontribusi pendapatan dari penjualan dalam negeri untuk minyak mentah, gas bumi, panas bumi dan produk minyak turun menjadi US$ 16,57 miliar dari periode yang sama tahun lalu US$ 20,94 miliar.

Penurunan penjualan minyak dalam negeri ini sejalan dengan yang disebutkan Emma bahwa terdapat penurunan penjualan minyak, terutama bahan bakar minyak (BBM) dan avtur, pada enam bulan pertama ini. Dia mengatakan, pada April-Juni rata-rata penjualan harian BBM perseroan turun sebesar 26,5 persen dibandingkan kondisi normal sebelum pandemi.

Emma mengatakan, penjualan BBM pada kuartal kedua ini merupakan penjualan terendah yang pernah dibukukan perseroan. Pembatasan sosial skala besar (PSBB) yang membatasi mobilitas masyarakat berdampak pada penurunan penjualan BBM pada kuartal II ini.

“Second quarter (kuartal kedua) memang the lowest ever (terendah sepanjang masa), yang sangat berat situasinya,” tutur Emma.

Begitu pun dengan BBM industri dan aviasi. Menurutnya, rata-rata penjualan selama April-Juni 2020 turun 24 persen dibandingkan rata-rata penjualan Januari-Februari 2020. Hal ini terutama karena penurunan aviasi sebesar 84 persen.

Namun demikian, sejak direlaksasinya PSBB, terutama pada Juli ini, penjualan BBM perseroan mulai meningkat. Dengan demikian, penjualan BBM pada semester II diharapkan membaik.

“Dengan meningkatnya disiplin masyarakat atas protokol COVID-19, aktivitas ekonomi berangsur mengarah ke normal kembali. Harapannya, (penjualan BBM) bisa lebih baik lagi di second half,” ujarnya.

Kedua, fluktuasi rupiah terhadap dolar AS. Emma mengatakan, sejak Januari hingga 29 April 2020, rupiah terdepresiasi sebesar 10,9 persen atau setara dengan 1520 basis point.

Ketiga, melemahnya harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah Dated Brent yang menjadi acuan harga minyak perseroan pada April 2020 sempat berada di posisi terendah hingga US$ 19 per barel. Turun signifikan dibandingkan awal tahun yang masih di posisi sekitar US$ 64 per barel. (cnbc/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: