Pentingnya Pembinaan dan Kejamnya Stigma Masyarakat

Pentingnya Pembinaan dan Kejamnya Stigma Masyarakat

Ada persiapan dari segi hukum, budaya, ekonomi. Serta termasuk bagaimana mencari pekerjaan, mental, dan spiritual. Ketika para warga binaan bebas dengan persiapan yang belum tuntas, akibatnya tidak mengalami kepatuhan di tengah kehidupan bermasyarakat.

Selain hal di atas, sebab selanjutnya yakni tidak memiliki pekerjaan karena di tahan sekian lama di penjara. Ada yang tidak punya tabungan, ada juga yang tabungannya sudah habis. Kecuali bagi mereka yang sangat kaya.

Namun masalahnya, kata dia, tidak semuanya akan diterima dengan mudah di tengah masyarakat. Nah, di sini ada proses stigmatisasi. Yang membuat mereka terpepet untuk kembali melakukan kejahatan. Hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selain faktor-faktor di atas, bisa jadi karena memang sudah trait atau sifat bawaan yang dimiliki secara sosial dan individu. Secara individu maksudnya sifat-sifat itu telah melekat pada dirinya. “Sementara itu secara sosial, terpengaruh teman-teman dekatnya untuk melakukan perbuatan kriminal. Sehingga kembali mencari peluang-peluang selagi bebas,” paparnya.

Herry mengatakan, masing-masing Lapas maupun Rutan sebenarnya telah memiliki program kegiatan mediasi norma-norma. Berguna untuk mempersiapkan warga binaan sebelum akhirnya kembali ke tengah masyarakat.

Dijelaskannya, setiap lapas memiliki petugas yang juga berfungsi sebagai Wali Permasyarakatan. Mentor yang berperan mengawasi warga binaan. Petugas ini punya tanggung jawab untuk memastikan warga binaan tersebut telah menjalani sejumlah tahap orientasi.

"Ini yang kadang wali-nya di dalam Lapas semacam hanya penunjukan saja. Tetapi pelaksanaan di dalam minim. Lapas harusnya harus benar-benar menunjukkan perkembangan dari kesiapan warga binaannya sebelum dibebaskan," tuturnya.

Dalam hal ini, Bapas diakuinya tak bisa memastikan setiap warga binaan benar-benar telah mengikuti program pembinaan pemasyarakatan. "Kelemahannya kita, hanya dapat mewawancarai misalnya ada napi yang mau integrasi dalam lapas maupun rutan. Kita hanya sebatas menanyakan warga binaan,".

"Masalahnya kalau warga binaan ketika ditanya, selama menjalani masa tahanan mengaku selalu ikut pembinaan di dalam Lapas maupun Rutan. Nah, kita belum tentu tahu, keterangan itu benar atau tidak. Jadi perlu lagi mengkroscek ke petugasnya," sebutnya.

Hery menjelaskan, tujuan sistem pemasyarakatan adalah memulihkan hidup, kehidupan dan penghidupan. Yang pertama memulihkan hidup, yakni berupa program untuk menguatkan warga binaannya pada orientasi agama. "Jadi perlu dipulihkan antara warga binaan untuk dekat dengan sang pencipta," jelasnya.

Kemudian memulihkan kehidupan adalah orientasi antara warga binaan untuk dapat kembali ke tengah masyarakat. Yakni menyampaikan perihal aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. "Seperti wawasan kebangsaan, jiwa nasionalisme dan kepribadian," lanjutnya.

Dari ketiga kategori sistem pemasyarakatan tersebut, yang paling berat untuk dipulihkan adalah masalah penghidupan. "Nah, yang paling berat itu adalah masalah memulihkan penghidupan. Bagaimana nanti warga binaan yang telah keluar dari lapas itu bisa mempunyai penghidupan. Sehingga diperlukanlah keterampilan dan kemandirian ketika di dalam lapas," ungkapnya.

Program keterampilan dan kemandirian yang dijalankan saat di dalam Lapas akan dirasa percuma. Apabila akhirnya ketika warga binaan kembali ke tengah masyarakat justru tak diterima dengan baik. "Jadi bukan hanya tugas Lapas dan Bapas saja tetapi diperlukan berbagai pihak. Misalnya seperti dari dinas ketenagakerjaan bisa menyalurkan kalau mantan warga binaan ini mau bekerja dan lain sebagainya. Dari dinas sosial ataupun pihak-pihak swasta juga," kuncinya.

Hal itu disebutnya membuat dilema. Pasalnya, masyarakat tidak mudah menerima sesorang yang memiliki riwayat tindak kriminal. Sehingga ketika mantan napi tersebut hendak memenuhi penghidupannya, yakni mencari pekerjaan, adalah hal yang begitu sulit.

"Selama ini ada yang tidak menerima. sehingga mereka kembali berpikir dan berulah lagi. ini menjadi salah satu faktornya. Tidak diterima masyarakat, punya kerjaan pun sulit dan akhirnya mereka memilih yang mudah saja. Jalur pintas untuk memenuhi penghidupannya,"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: