Wardah Sasmi
Saya tidak perlu menulis lagi siapa Nurhayati dan bagaimana merintis Wardah. Anda tentu sudah membaca DI’s Way (Wardah, 19 November 2018).
Produk shampo itu memang anak bungsu di grup Wardah. Produk shampo itu masuk ke pasar ketika mata pesaing global sudah mulai melotot.
Di bidang kosmetik, Wardah memang mengejutkan produk global. Pasar mereka merosot di Indonesia. Bagaimana bisa Wardah mengalahkan mereka. Itulah topik bahasan di dunia marketing. Termasuk sampai menjadi bahasan di Harvard University.
Lalu produk global itu pun beraksi. Menyerang balik. Dengan kekuatan global mereka. Secara penuh. Termasuk memberikan diskon sampai 30 persen. Pun produk global itu sampai membuat produk baru yang masuk ke pasar emosional: muslimah.
Sudah tiga tahun Wardah dapat serangan balik seperti itu. Ternyata Wardah tetap kokoh. Posisi nomor 1 itu tidak bisa digeser. Sampai hari ini.
Salah satu kekuatan Wardah adalah: bisa membuat item lebih banyak dari produk global. Wardah kini punya lebih dari 800 items! Itu karena Wardah punya tim riset yang kuat. Ruang risetnya saja 2000 meter persegi. Latar belakang akademis pemiliknya membuat perhatian di bidang riset diutamakan.
Tentu juga karena struktur kepemilikan di Wardah begitu simple. Demikian juga struktur di manajemennya. Itu bisa membuat Wardah bergerak cepat ibarat sebuah start-up tapi dengan manajemen perusahaan yang mapan.
Hanya saja Wardah masih harus bertempur di item shampo. Yang belum sukses. Shampo Wardah masuk ke medan perang ketika arena pertempuran sedang seru-serunya seperti itu.
“Kami harus mengubah strategi. Kami tidak bisa mengimbangi dengan cara yang sama,” ujar Dr Nurhayati.
Maksudnyi: tidak akan membalas dengan memghamburkan uang promosi dan potongan harga yang tidak masuk akal. “Kami pindah ke taktik gerilya,” katanyi. Sayangnya taktik baru itu terhambat oleh pandemi. Taktik gerilya itu memerlukan banyak bertemu langsung dengan konsumen. “Kami harus menjaga keselamatan karyawan kami. Itu nomor satu,” ujar Nurhayati.
Kemenangan shampo Wardah masih harus tertunda. Entah sampai kapan. Tapi Wardah tetap teguh. Tidak akan go public ke pasar modal. Saya mendukung itu. Budaya perusahaan di Wardah bukanlah jenis ‘budaya binatang ekonomi’.
Saya tidak bisa membayangkan apakah orang seperti keluarga Wardah sampai hati untuk goreng-goreng saham. Atau akuisisi sini akuisisi sana. Kalau perlu secara curang –yang penting harga saham naik terus. Saya juga tidak bisa membayangkan apakah Nurhayati tega sengaja menjatuhkan harga saham untuk menipu publik.
Dan lagi Wardah tidak perlu tambahan modal. Pertempurannya dengan produk global tidak memaksanyi mencari pinjaman bank. Atau mencari uang ke pasar modal.
Bahkan di tengah pertempuran itu, 2017, Wardah melunasi semua utangnya. Yang sempat sampai Rp 300 miliar. “Utang bisa membuat ketagihan. Kalau tidak dilunasi tidak bisa berhenti,” katanyi.
Bahkan Wardah juga ingin memperkokoh modal. Agar perusahaan nasional ini bisa bertahan kokoh terhadap serangan global. Modal yang sedang dibentuk adalah tabungan yang harus cukup untuk membiayai perusahaan selama 1 tahun. Maksudnyi: kalau pun ada bencana atau pandemi selama satu tahun Wardah tetap bisa bertahan. Tanpa jual aset, tanpa cari pinjaman dan tanpa jual saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: