Lebanon: Negeri Swiss di Timur Tengah

Lebanon: Negeri Swiss di Timur Tengah

Pernikahan massal di Lebanon. (Int)

Beirut, nomorsatukaltim.com – Nama Lebanon mencuat lagi ke publik dunia setelah negeri bak Swiss di Timur Tengah itu mengalami tragedi mengerikan. Ledakan di Pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8) lalu mengakibatkan ibu kota Lebanon itu berantakan, ratusan orang meninggal dunia, dan ribuan orang lainnya mengalami luka-luka.

Untuk menggambarkan Lebanon, kami mencoba mengutip secara lengkap catatan Hajriyanto Y. Thohari, duta besar RI di Beirut, yang tersebar secara daring di berbagai platform. Tentu saja dengan beberapa perubahan yang tidak signifikan.


Sejarah mencatat Lebanon sebagai bagian dari negeri Syam (Biladu Syam). Di mana Nabi Muhammad SAW pada usia 12 tahun diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke sana.

Sejarah Islam juga mencatat bahwa dalam usia 24 tahun beliau pergi lagi berdagang ke Syam. Untuk yang kedua kalinya. Di mana pada kali yang kedua ini beliau membawa barang-barang dagangan kepunyaan pedagang terkemuka perempuan janda dari kalangan aristokrat Mekkah yang bernama Siti Khadijah RA.

Tidak ada catatan berapa kali Muhammad SAW sempat berdagang ke Syam di antara dua kali kepergiannya ke Syam pada usia 12 dan 24 tahun itu. Besar kemungkinannya beliau melakukan perdagangan ke Syam berkali-kali. Hanya saja tidak tercatat dalam sejarah.

Pada masa Umar bin Khattab (634-644), negeri Syam berhasil dibebaskan dari cengkeraman kekaisaran Byzantium. Melalui Perang Yarmuk. Di mana peristiwa historis itu dikenal dalam sejarah Islam sebagai pembebasan Syam (Fathu Syam).

Setelah memasuki Yerusalem sebagai bagian wilayah Syam yang paling penting, Khalifah Umar menaklukkan dan membebaskan Sidon (Saida), Beirut, Byblos (Jubail). Tiga kota terpenting di kawasan Lebanon sekarang. Kesemua wilayah Syam ini akhirnya menjadi bagian integral dari kekhalifahan Islam.

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, Syam malah menjadi pusat pemerintahan setelah Muawiyyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah (661-680) dan menjadikan Damaskus sebagai ibu kotanya yang baru menggantikan Madinah Al-Munawarah.

Sejak saat pembebasan itulah Biladu Syam secara berangsung-angsur bukan hanya menjadi Islam atau terislamkan. Melainkan juga terarabkan (Arabized). Singkat cerita, sebagaian besar penduduk Syam secara berangsur-angsur menganut agama Islam dan berbicara dalam bahasa Arab. Dan akhirnya menjadi Arab (arab musta’ribah).

Arab musta’ribah aslinya bukan suku Arab. Tetapi kemudian menjadi Arab karena ter-Arab-kan. Ter-Arab-kan melalui dan dengan cara apa? Ter-Arab-kan melalui bahasa. Sebab bahasa adalah unsur uiniversal kebudayaan yang sangat penting dan menentukan dalam teori perubahan kebudayaan. Maka definisi bangsa Arab adalah bangsa-bangsa yang berbicara dengan bahasa Arab. Maka akhirnya bangsa Syam disebut sebagai Arab Syam atau kadang-kadang disebut juga Arab Levant.

Setelah runtuhnya kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) akibat kekalahannya dalam serangkaian peperangan dengan bangsa-bangsa Eropa, Biladu Syam jatuh ke tangan pemenang perang: terutama Inggris dan Perancis. Biladu Syam kemudian berada di bawah mandat Ingggris dan Perancis.

Oleh kedua negara imperialis ini Biladu Syam yang dulu merupakan satu kesatuan di bawah Ottoman terpecah (tepatnya dipecah-pecah) menjadi beberapa negara: Suriah (Syria) dengan ibu kota Damaskus, Yordania dengan ibu kota Amman, Lebanon dengan ibu kota Beirut, dan Israel (yang disebut terkhir ini didirikan atas tanah bangsa Arab Palestina) dengan ibu kota Tel Aviv yang sekarang mulai berpindah ke Yerusalem. Amerika Serikat dan beberapa negara Barat sudah mulai memberikan pengakuannya yang secara simbolik diwujudkan dalam bentuk pemindahan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Keempat negara itu–Lebanon, Suriah, Yordania, de facto Israel (bukan Arab lagi)–jaraknya satu dengan yang lain sangatlah berdekatan. Untuk tidak mengatakan sangat dekat sekali. Antara Beirut-Damaskus itu jika ditempuh dengan mobil hanya sekitar 90 menit. Damaskus-Amman juga hanya 70 menit. Amman-Yerusalem juga kurang dari 60 menit.

Negara-negara tersebut, menariknya, memiliki sejarah dan latar belakang kebudayaan yang nyaris sama: agama, bahasa, adat istiadat, gaya hidup, dan sebagainya. Tetapi dalam perkembangannya semakin ke sini masing-masing memiliki keunikannya tersendiri. Tetapi yang paling unik di antara mereka adalah Lebanon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: