Kandasnya Calon Perseorangan di Pilkada

Kandasnya Calon Perseorangan di Pilkada

Saat batas akhir penyerahan berkas perbaikan dukungan pada 28 Juli 2020, KPU Sumbar menyatakan Fakhrizal-Genius Umar tidak lolos dalam tahapan verifikasi factual dan tidak dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Karena tidak menyerahkan dukungan perbaikan sebanyak 371.568.

Dengan demikian, kandas sudah peluang pasangan itu untuk melaju ke Pilkada Sumbar melalui jalur perseorangan.

Puncaknya, Fakhrizal-Genius Umar akhirnya melayangkan gugatan kepada KPU Sumbar melalui Bawaslu terkait hasil rekapitulasi verifikasi faktual pasangan calon perseorangan di Pilkada Sumbar 2020.

SEJARAH JALUR PERSEORANGAN

Sepanjang pelaksanaan Pilkada secara langsung di Sumbar pada 2005, 2010 dan 2015 belum ada satu pun calon perseorangan yang menjadi kontestan.

Bahkan pada tiga pilkada sebelumnya tak ada sama sekali kandidat yang menyerahkan dukungan KTP untuk maju lewat jalur non-partai ini.

Sejarah jalur perseorangan dalam pilkada di Tanah Air diawali kekecewaan sejumlah pihak atas mekanisme pencalonan kepala daerah yang dinilai memiliki kelemahan. Karena terjadi monopoli partai politik dalam proses pencalonan kepala daerah.

Memang pada awalnya dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur calon kepala daerah hanya dapat diusung oleh partai politik.

Dalam tulisan berjudul Calon Independen, Kualitas Pilkada dan Pelembagaan Parpol, Pratikno berpendapat, rakyat yang diharapkan memiliki otonomi dalam mencalonkan dan memilih calon pemimpin harus gigit jari. Karena kewenangan terbesar berada di tangan elite partai politik.

“Ternyata, para elite partai politik dan sponsor yang mengendalikan proses pencalonan kepala daerah. Sehingga peran masyarakat luas selaku pemilih menjadi marjinal,” ujarnya.

Pratikno menjelaskan, pada rancangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebenarnya terdapat tiga usulan pencalonan kepala daerah.

Pertama, semua kandidat merupakan calon perseorangan. Kedua, sebagian kandidat dapat mencalonkan dari melalui jalur perseorangan. Sisanya diusung oleh partai politik. Ketiga, semua kandidat harus diusulkan oleh partai politik yang memperoleh suara minimal tertentu pada pemilu legislatif.

Tetapi usulan tersebut ditolak oleh DPR. Dengan alasan mempermudah proses pencalonan. Saat itu berkembang wacana pencalonan melalui jalur perseorangan yang mensyaratkan tanda tangan dan fotokopi KTP pendukung kandidat. Hal ini dinilai akan menyulitkan. Terutama pada daerah pinggiran dan terpencil. Selain itu, dikhawatirkan akan terjadi pembengkakan kandidat yang akan menyulitkan proses pemilihan.

Akhirnya, angin segar itu datang. Salah seorang anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lalu Rangga Lawe mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Yang dinilai tidak mengakomodasi calon perseorangan dalam pilkada.

Gugatan tersebut dikabulkan berdasarkan Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007. Yang menyatakan peluang calon perseorangan terbuka lebar sebagai peserta pilkada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: