#SaveAnakSamarinda, Cuma Tiga Hari, Empat Kasus Pencabulan Terjadi

#SaveAnakSamarinda, Cuma Tiga Hari, Empat Kasus Pencabulan Terjadi

(Ilustrasi Putri / Nomorsatukaltim)

Samarinda, nomorsatukaltim.com- Hanya tiga hari. Empat kasus pencabulan terjadi. Anak-anak di Samarinda tidak aman. Julukan kota layak anak pun patut dipertanyakan.

Kekerasan terhadap anak di Ibu Kota Kaltim masih terjadi. Yang sempat heboh, kasus ibu menyiksa anak. Awal Juni lalu. Berselang sebulan kemudian ada lagi. Beberapa hari terakhir kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi. Menukil dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) milik Kementerian PPPA, hingga Juli 2020 terdapat 246 kasus kekerasan anak terjadi di Kaltim.

Anak perempuan paling sering jadi korban. Jumlanya 230 kejadian. Sisanya anak laki-laki dengan 41 kasus. Samarinda berada di urutan pertama. Dengan 103 kasus. Disusul Bontang 39 kasus. Balikpapan dengan 29 kasus. Masih dari data Simfoni, terdapat 449 kasus kekerasan anak pada 2018 dengan 448 kejadian. Sementara itu ditahun 2017 sebanyak 736 perkara.

“Memang sangat miris melihat kondisi ini, bahkan memprihatinkan,” ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Odah Etam Kaltim, Eka Komariah Kuncoro, Kamis (23/7) siang.

Dengan adanya data ini, kata Komariah, setidaknya Kaltim hingga Samarinda harus segera berbenah. Lebih-lebih saat ini. Ketika pandemi COVID-19 melanda. Kasus kekerasan dalam rumah tangga dan anak bisa melonjak. “Dari pengamatan saya, pemicu tak hanya satu. Memang semua dimulai dari corona, lalu berlanjut kepada perusahaan yang tak kuat dengan terpaan wabah (lantaran aktivitas dibatasi) berujung kepada pemecatan. Suami atau istri yang stres bakal mencari pelampiasan. Dan paling rentan itu memang anak,” jelasnya.

Kekerasan dengan anak tak hanya verbal dan fisik. Tapi juga seksual. Komariah bersikeras. Kekerasan seksual harus ikut didalamnya. Pelakunya biasanya orang terdekat anak. Bisa paman. Kakak. Kakek. Hingga orang tua sendiri. Laporan di kepolisian sudah membuktikan itu. Terbaru sudah empat kasus kekerasan seksual dilakukan oleh ayah tiri. Sejak 21 hingga 23 Juli. Itulah sebabnya untuk urusan kekerasan anak ini dia berharap hukum bisa ditegakkan. “Jangan sampai pelakunya bebas berkeliaran,” tegasnya.

Komariah pun memberikan solusi. Agar persoalan ini bisa direduksi alias dikurangi. Dimulai dengan menyadarkan orang yang berpotensi menjadi pelaku dan korban. Tentu tidak mudah. Butuh waktu panjang. Tapi bisa dimulai dari rumah.

Jika ada anggota keluarga punya tabiat keras, membuat sadar bukan dengan kekerasan juga. Perlu cara persuasif. Misalnya dengan pendekatan agama. Sehingga orang lebih sabar dan berempati kepada orang lemah. “Begitu juga dengan orang yang berpotensi menjadi korban, berikan pemahaman agar mereka bisa menguatkan diri dan tidak lemah,” pungkasnya. (aaa/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: