Jelang Putusan, Benarkah Kasus Meninggalnya Balita Yusuf Banyak Kejanggalan?

Jelang Putusan, Benarkah Kasus Meninggalnya Balita Yusuf Banyak Kejanggalan?

Namun setelah tiga pekan kemudian tidak ada tanda-tanda dilanjutkan penyelidikan yang dimaksud. "Pihak keluarga langsung bertanya kepada kapolres, jawabannya bahwa kasus ini tidak mau dilepas oleh pihak Polsek. Ini kan aneh. Karena kalau bicara otoritas, Polresta Samarinda berhak mengambil alih kasus seharusnya. Dan selama jeda waktu itu, tidak ada kabar perkembangan kasus, tidak dijelaskan alasannya apa," ungkapnya.

Penanganan lebih lanjut dari kepolisian baru berlangsung setelah tiga bulan pasca jasad Yusuf ditemukan. Itupun ketika TRC PPA Korwil Kaltim berkirim surat ke Mabes Polri. Meminta untuk dilakukan otopsi.

"Tapi baru berlangsung setelah kasus ini viral. Saat orang tua korban bertemu dengan Hotman Paris. Setelah itu baru semuanya sibuk turun.  Kenapa harus tunggu viral," imbuhnya.

Di hari yang sama dilakukan otopsi pada jenazah balita Yusuf. Polisi kemudian menurunkan anjing pelacak dari Polda Kaltim. Namun lagi-lagi yang membuat ganjal adalah, kata Naumi, kepolisian melakukan pelacakan sebanyak dua kali. Pelacakan pertama sebagai uji coba. Pihak kepolisian tak memanggil orang tua Yusuf.

"Ada hal yang di luar kebiasaan. Yang namanya anjing melacak tidak ada namanya uji coba dulu. Saat otopsi berlangsung pada pagi. Bersamaan itulah ternyata polisi uji coba dahulu melacak. Saat sore pelacakan kedua, baru wartawan dipanggil semua. Ada apa ?,"  tanyanya.

"Yang perlu dicatat. Saat itu kasus berlangsung sudah tiga bulan. Kalau mau bicara jejak, di luar ruangan dengan di dalam ruangan, yang mana cepat hilang ? Jelas yang di luar ruangan. Karena ada panas hujan dan orang lalu lalang. Apakah benar masih bisa mengendus jejak?," pungkasnya.

Bantah Tak Serius, Satu Kasus Ditenggat 5 Bulan 

Menanggapi tudingan yang disampaikan Naumi, PN Samarinda membantah tak serius menangani proses peradilan hukum. Apapun itu kasusnya.

Hal itu disampaikan langsung Humas PN Samarinda Abdul Rahman ketika dikonfirmasi Disway Kaltim, Minggu (19/7/2020) siang.

Rahman, sapaan karibnya, membenarkan bahwa sidang tuntutan terpaksa ditunda lantaran majelis hakim belum bermusyawarah.

"Jadi tidak benar lamban dan tak serius menangani hukum. Penundaan ini sangat terpaksa ditunda karena majelis hakim murni belum bermusyawarah," ungkapnya.

Dijelaskannya, terkait penundaan suatu persidangan hanya bisa diputuskan oleh majelis hakim pada saat persidangan berlangsung. Para hakim pada dasarnya memiliki jadwal sidang masing-masing yang harus ditangani setiap harinya.

"Penundaan persidangan itu ditentukan oleh majelis hakim. Jadi seperti agenda putusan kemarin. Memang pasti para pihak hadir mulai pagi. Apabila perkaranya memang belum siap ya tetap disampaikan dalam persidangan oleh majelis hakim," jelasnya.

"Hakim ini kan digabungkan di dalam majelis. Dan mereka ada jadwal sidang lainnya. Karena kesibukan ini kemungkinan majelis hakim belum bisa rembukan. Karena mereka ada sidang masing-masing, ya mungkin baru ketemu atau rembuk kalau sudah lengkap anggota majelis hakimnya," sambungnya.

Majelis hakim yang belum bermusyawarah dianggap wajar terjadi. Lantaran banyaknya sidang yang harus ditangani. "Tim hakim anggota sibuk dengan majelisnya masing-masing. Sangat wajar, karena seperti berkas tidak lengkap dan baru diketahui di dalam persidangan, kan itu baru bisa diputuskan kalau ditunda di dalam sidang," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: