Bankaltimtara

Perjuangan Guru Mengajar saat Pandemi, Kunjungi Rumah Siswa Bawa Papan Tulis

Perjuangan Guru Mengajar saat Pandemi, Kunjungi Rumah Siswa Bawa Papan Tulis

Guru-guru salah satu sekolah di PPU saat hendak bertolak ke rumah siswa didik. Dalam inovasi home visit. Sebelum berangkat mengajar, guru-guru berdoa bersama. (Istimewa)

Penajam, nomorsatukaltim.com - Pandemi COVID-19 menuntut perubahan ekstrem. Semua hal. Apalagi dunia pendidikan. Semuanya berubah. Era berubah. Bergeser menjadi hal baru. Benar-benar anyar.

Namun begitu, terobosan baru ditempuh jelas tak sanggup menyamankan semua pihak. Metode pembelajaran jarak jauh (PJJ). Online dan offline. Secara, ini hal baru buat semua pihak. Setiap kebijakan juga tak serta-merta menyamankan semua pihak. Pasti itu. Semua dituntut penyesuaian. Karena ini wabah yang dianggap mematikan. Apalagi untuk yang tak siap-siap.

Keluhan bermunculan dari banyak daerah. Begitu pula di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Wali murid mulai tertekan dengan inovasi yang diambil. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU melalui Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) turut mengambil kebijakan PJJ. Secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Wilayah ini masuk dalam daftar zona kuning penyebaran COVID-19.

Tekanan itu datang saat mereka diharapkan untuk mampu memenuhi kebutuhan anaknya. Mulai dari mengajarinya, mendampinginya saat belajar online. Kerepotan untuk membagi waktu. Antara mengajar anak dan mengurus rumah. Lalu memenuhi kebutuhan sarananya. Gawainya. Serta untuk biaya kebutuhan internetnya.

Bagaimana solusinya?

Media ini mencoba memperdengarkan keluhan di atas ke Kepala Disdikpora PPU, Alimuddin. Ternyata ia sudah mendengarnya. Malahan pihaknya telah memetakan beberapa permasalahan utama yang dihadapi.

Yaitu soal internal dan eksternal. Alimuddin menuturkan seluruh jajarannya hingga ke bawah turut menghadapai persoalan rumit. Menghadapi perubahan ini. Tentu awalnya banyak yang tidak sanggup.

"Di awal-awal kami berjalan terseok-seok. Apalagi pada saat awal wabah merebak," katanya ditemui, Selasa (28/7/2020).

Kala itu belum masuk tahun ajaran baru. Pengajar berhadapan dengan murid yang akan mengikuti ujian akhir semester. Semua dirubah menjadi daring.

Tak lupa mengecek suhu tubuh menerapkan protokol kesehatan. (Istimewa)

Satu sisi, ia juga menyadari tak semua siswa memiliki gadget. "Tidak ada persoalan. Guru-guru saya wajibkan semua untuk daring," ujarnya. Tapi bagi siswa yang tidak memiliki, ia tempuh metode luring. "Soal-soal belajar bisa diambil dari guru," imbuhnya.

Meski begitu semua berhasil dilalui dengan berbagai kendala. Semua siswa tingkat SD dan SMP di PPU naik kelas dan lulus.

Tak semua pengajar biasa mengajar dengan sistem ini. Apalagi juga memerlukan kebutuhan lebih. Internet. Beruntung anggaran Bosnas diizinkan untuk memenuhi kebutuhan itu. Masing-masing guru mendapatkan jatah Rp 100.000 sebulan.

Evaluasi terus dilakukan sejak itu. Lalu masuk ke tahun ajaran baru. Masih sama. Memulai segala sesuatu dengan hal baru.

Segala optimisme terus dibangun. "Guru harus disadarkan. Apapun kondisinya, guru tetaplah guru yang harus mengajar," tegas Alimuddin.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: