Refleksi 78 Tahun PII : Persimpangan Jalan PII, Indonesia Emas atau Cemas
Abdul Rohim.--
Oleh: Abdul Rohim*
Menapaki setiap senti langkah perjuangan adalah bagian untuk melihat kembali sejauh mana perjalanan yang dilalui. Sejauh mana telah pergi dari dermaga awal hingga ke dermaga tujuan. Ini berguna untuk mengecek kesesuaian arah perjalanan dan menyiapkan untuk transit-transit berikutnya hingga mencapai dermaga tujuan.
Begitupun Organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) di 78 tahun kebangkitannya ini perlu untuk menengok kembali kebelakang sudah sejauh mana berjalan? Apakah telah sampai pada tujuannya? Atau masih sedang dalam perjalanan. Kalaupun masih sedang dalam perjalanan, apakah sudah menuju pada arah yang sesuai?
Arah yang ingin dicapai PII adalah “Kesempurnaan Pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan ajaran islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia”. Inilah tujuan PII sejak awal dibangkitkan, yaitu mengarah pada kesempurnaan Pendidikan dan kebudayaan. Pandangan kesempurnaan Pendidikan dan kebudayaan yang dimaksudkan telah dijabarkan secara konseptual melalui Falsafah Gerakan PII.
Menengok Kembali kebelakang bukan sekedar bernostalgia atau merasakan romantika pencapaian PII. Melainkan untuk mengevaluasi ketercapaian PII hari ini. Ketika sebelumnya PII mampu memberikan kontribusi positif secara langsung bagi bangsa dan negara, maka pertanyaan selanjutnya adalah Apakah PII hari ini masih mampu memberikan dampak secara nyata pada bangsa dan negara?
Karena seringkali, terlalu asik membicarakan kesuksesan PII yang mampu mencetak kader pemimpin hari ini. Ditataran nasional tokoh-tokoh PII seperti Jusuf Kalla, Ahmad Muzani, Sufmi Dasco, Prof Muhadjir Effendy dan beberapa tokoh lainnya. Mereka adalah orang-orang yang pernah melalui proses di PII. Hal inilah yang seringkali dihadirkan dalam obrolan Ketika melihat kembali kebelakang.
Obrolan itu menjadi penting Ketika sebagai pelajaran bagaimana mencetak kader Pemimpin selanjutnya. Bagaimana melahirkan gerakan-gerakan konkret bagi bangsa dan negara, terkhusus dalam hal ini Masyarakat pelajar.
Joesdi Ghazali selaku pendiri PII menyatakan dengan tegas bahwa penggunaan kata Pelajar dalam nama PII “Pelajar Islam Indonesia adalah pemuda islam Indonesia yang masih pelajar. Sifat mereka adalah pelajar, pemuda islam dan pemuda Indonesia, hal ini jangan dilepas-lepaskan”
Lebih tegas, pendiri PII itu menyatakan bahwa PII adalah organisasi pelajar yang masih belajar, bukan organisasi orang tua. Pernyataan tersebut tentunya menjadi gambaran bahwa Gerakan PII harus relevan dengan kondisi pelajar.
Sebagai salah satu bentuk subjek Pendidikan, kondisi pelajar sangatlah dinamis. Pelajar ditahun awal kemerdekaan akan berbeda dengan pelajar era reformasi. Pelajar era reformasi pun berbeda dengan pelajar hari ini. Perbedaan tersebut hadir atas dasar adaptasi dengan kondisi zamannya.
Kondisi pelajar hari ini sangat erat kaitannya dengan kemajuan teknologi. Adanya teknologi-teknologi canggih yang hadir telah menjadi kebutuhan dan kebiasaan baru bagi Masyarakat khususnya pelajar. Dengan alat ini, apapun di dunia berada dalam genggaman tangan. Semua sangat mudah dan cepat untuk di akses.
Daripada itu, PII harus dan wajib hukumnya untuk terus bertransformasi menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan kondisi pelajar hari ini. Atau dapat dikatakan kondisi PII sekarang ini berada pada persimpangan jalan. Terlibat dalam menciptakan Indonesia Emas atau hanya sekedar menjadi bagian dari Indonesia Cemas.
Indonesia emas adalah masa dimana usia dari republik ini telah mencapai 100 tahun tepatnya pada 2045. Di masa tersebut Indonesia yang telah mencapai satu abad tentunya memiliki visi besar untuk menjadi negara maju. Negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan unggul, serta memiliki masyarakat yang makmur, adil dan memiliki daya saing global. Adapun Indonesia cemas adalah kondisi dalam usianya yang 100 tahun Indonesia terjadi penurunan, dari berbagai aspek kehidupan seperti SDM, Ekonomi, Pendidikan dan lain sebagainya.
Sebelum memasuki usia 1 abad, Indonesia akan melalui periode bonus demografi. Keadaan tersebut adalah kondisi usia produktif lebih banyak dibandingkan usia tua. Artinya, ini menjadi momentum besar untuk terus menyiapkan generasi yang akan mewarnai Indonesia emas. Generasi yang mampu membangun negara kearah yang lebih baik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
