Agama Sebagai Ruh Pendidikan
Abdul Rohim.--
oleh: Abdul Rahim*
Pendidikan adalah bagian penting dari kehidupan. Darinya, manusia akan terus belajar, berkembang dan bertumbuh menjadi lebih bijaksana dan progresif, karena prosesnya yang terus menerus selama manusia itu bernafas dan berpijak. Sehingga Pendidikan menjadi salah satu indikator yang menentukan kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM).
Berdasar UU Nomor 20 Tahun 2003, Pendidikan di definisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, Masyarakat, bangsa dan negara.
Dari definisi tersebut kemudian dirumuskan tujuan Pendidikan adalah agar berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sesuai dengan itu, Menurut Muhammad Natsir salah satu tokoh nasional dan Pendidikan Indonesia mengemukakan tujuan dari Pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, maju, mandiri sehingga memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan Masyarakat. Berdasarkan penjelasan dari tujuan Pendidikan diatas maka ruh dari Pendidikan adalah nilai agama.
Yang menjadi pertanyaan hari ini adalah, apakah Pendidikan sudah berjalan mengarah pada tujuannya? Atau apakah Pendidikan mampu melahirkan orang-orang yang memiliki ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa? Tentu ini menjadi evaluasi Bersama agar ketercapaian dari Pendidikan benar benar dirasakan oleh bangsa dan negara.
Hari ini, dengan sangat terbukanya teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan kita melihat hasil dari proses Pendidikan yang dilaksanakan. Para pelajar lebih eksis dengan hal-hal yang kurang mendidik seperti joget joget, aktivitas pacar-pacaran, dll. Dari aktivitas aktivitas tersebut tentunya dapat berdampak negative pada para pelajar.
Akibatnya hal hal tersebut terbawa dalam aktivitas keseharian para pelajar. Mereka lebih senang untuk berjoget joget dibanding belajar, Lebih suka berkumpul yang tidak penting dibanding menjalankan ibadah sesuai agama (islam) seperti sholat dan mengaji.
Terlebih yang sangat nampak adalah cara berpakaian pelajar putri, mereka lebih senang memakai pakaian yang ketat dan menampakkan lekukan tubuhnya, baik di sekolah, ataupun di luar sekolah. Peristiwa tersebut menggambarkan ada yang salah dengan proses Pendidikan kita
Salah satu yang sempat mewarnai tayangan media sosial dan membuat geleng-geleng adalah praktek agama yang dilakukan adalah prosesi resepsi pernikahan yang dibuat sangat serius dilengkapi dengan segala kelengkapan dekorasi. Peristiwa ini tentunya menjadi pertanyaan, apa urgensi praktek tersebut?
Padahal ada yang lebih mendesak seperti bagaimana sekolah memastikan para pelajar mampu menunaikan sholat dengan baik dan menjalankannya secara tertib atau, memastikan agar mereka bisa membaca al quran dengan baik dan benar.
Tentunya ini menjadi perhatian yang serius bagi terwujudnya salah satu satu tujuan Pendidikan yaitu menciptakan insan yang beriman dan bertaqwa. Karena Pendidikan itu bukan hanya bersifat transfer keilmuan melainkan transfer nilai-nilai berdasar kebangsaan dan agama
Maka dari itu, perlunya perbaikan yang baik dari segi kurikulum serta proses pembelajaran. Bagaimana memiliki guru guru yang kompeten sehingga mampu melakukan proses Pendidikan yang baik.
Karena guru itu bukan hanya “tukang mengajar” melainkan mereka adalah pejuang yang menyiapkan generasi berikutnya menjadi generasi yang baik. Disamping itu, peran negara harus memperhatikan kesejahteraan bagi para guru. Sehingga tidak banyak guru yang melakukan komersialisasi Pendidikan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
