Bankaltimtara

BRIN-BPDPKS Beri Pelatihan Petani Mandiri di Kabupaten Paser

BRIN-BPDPKS Beri Pelatihan Petani Mandiri di Kabupaten Paser

Nomorsatukaltim.com - Sebanyak 25 petani sawit mandiri di Kabupaten Paser mendapat pelatihan untuk meningkatkan daya saing dari produk sawit yang dihasilkan.

Pelatihan itu digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Agenda dihelat selama empat hari, diisi pemaparan teori dan praktik pengolahan buah sawit skala UKM.

Pelatihan yang diberikan seputar aplikasi pengolahan buah sawit menjadi pra Crude Palm Oil (CPO). Untuk peningkatan daya tawar petani sawit mandiri di sentra perkebunan sawit rakyat.

"Kami fokuskan bagaimana meningkatkan daya saing produk sawit, salah satunya TBS ini diolah menjadi pra CPO," kata Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata, di sela pelatihan di Hotel Kyriad Sadurengas, Selasa (25/7/2023).

Ia menyebut, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia sekitar 16,28 juta hektare. Terdiri dari perkebunan swasta 55 persen, petani swadaya 41 persen dan perkebunan pemerintah 4 persen.

Kelapa sawit salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Berkembangnya perkebunan sawit rakyat ini turut membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Meski begitu, banyak kendala yang dihadapi petani swadaya dalam meningkatkan daya saing produk sawit mereka.

Hasil BRIN menyebut peran petani masih termarginalkan karena produktivitas kebun rendah, tata kelola kebun yang belum baik, ditambah persoalan logistik paska panen. Serta pungutan-pungutan yang diterapkan terhadap penjualan tandan buah segar (TBS), dan adanya pedagang perantara.

Produksi TBS masih menggantungkan penjualan buahnya pada penerimaan atau pembelian oleh pabrik kelapa sawit (PKS). Perkebunan besar yang juga telah memiliki kebun sendiri dan kebun yang terikat milik masyarakat sekitar atau plasma.

"Sehingga TBS dari kebun rakyat hanya menjadi penyangga jika buah produksi kebun sendiri dari perkebunan besar tidak mencukupi," sambungnya.

Kemudian waktu tunggu TBS untuk diterima pabrik tidak tentu, budi daya dan pasca panen tidak baik menjadikan kualitas buah rendah.

Buah dihasilkan petani berkontribusi terhadap kualitas CPO yang rendah dari tingginya kandungan asam lemak bebas (ALB), akibat pasokan TBS dari perkebunan rakyat melebihi ambang waktu olah 24 jam setelah petik.

"TBS harus dengan cepat diolah setelah petik untuk memperoleh kualitas CPO yang baik, sebaiknya sebelum berumur 24 jam. Melebihi waktu ini TBS akan terdegradasi dan membusuk," tuturnya.

Ia melanjutkan, petani sawit mandiri masih menjadi aktor terlemah dalam industri perkebunan kelapa sawit. Salah satu kendalanya alur rantai pasok CPO yang terbilang panjang.

Setelah panen di kebun, petani biasanya menjual TBS ke tengkulak. Setelahnya, tengkulak akan membawa TBS ke pengumpul atau ramp untuk ditimbang dan dijual. Baru kemudian pengumpul memasok TBS tersebut ke PKS.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: