Rada dan Nafas Kehidupan dari Hutan Mangrove Telok Bangko
Rada, salah satu pembibit mangrove saat memeriksa kondisi daun mangrove yang ditanam sejak dua bulan lalu, di mangrove Teluk Bangko, Bontang, Sabtu, 18 Oktober 2025-Michael Fredy Yacob-Nomorsatukaltim.disway.id
BACA JUGA: Dari Parkir Liar Hingga Ibu-ibu Gabut, Ini Cerita Seorang Sopir Bus Balikpapan
“Anak saya 10. Hanya saja, lima diantaranya sudah meninggal. Sekarang, tersisa lima. Empat perempuan, satu laki-lakinya. Alhamdulilah, saya bisa menyekolahkan mereka semua. Bahkan, saya bisa menikahkan mereka,” ungkapnya.
Mangrove Telok Bangko itu milik Hadi Wiyoto. Pria berusia 57 tahun itu membeli lahan seluas 6 hektar ini pada 2009. Tujuannya, untuk ditanami mangrove. Agar, mencegah terjadinya abrasi di daerah tersebut.
“Saya ini latar belakang bekerja di tambang. Mangrove ini belajar otodidak. Di 2009 itukan sudah ada internet, walau tidak semasif sekarang. Saat saya berhasil beli tanah ini seharga Rp 1,6 miliar, saya langsung membuat tim beranggotakan masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Hadi menceritakan, dirinya, istri dan tiga orang anaknya tinggal di wilayah Telok Bangko sekitar tahun 90-an. Ketika itu, lokasi yang saat ini menjadi hutan mangrove itu adalah tambak. Sayangnya tidak terurus. Bahkan, semakin lama, semakin abrasi.
BACA JUGA: Bikin Betah! Cerita Penumpang yang Setia Naik Bus Bacitra
Sampai akhirnya, 2009, pria berdara Bugis ini berhasil membeli lahan tersebut dengan harga yang sangat tinggi. “Saat itu, saya langsung tanamin mangrove. Nemu bibit mangrove, saya langsung tancap saja. Jadi, yang Anda lihat sekarang, adalah mangrove yang saya tanam 16 tahun lalu,” terangnya.
Puncaknya di 2019. Ketika itu, PT Pupuk Kaltim menghubungi Hadi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini ingin meminjam lahan Hadi yang sudah menjadi hutan mangrove tersebut. Tujuannya untuk pembibitan mangrove.
“Saya bilang, kalau untuk pembibitan, tidak perlu sewa. Kita kerjasama saja. Jadi, PKT butuh berapa, saya siapkan. Kita yang buat bibitnya. Akhirnya setuju. Tetapi harus buat pernyataan. Saya setuju dengan pernyataan itu,” ungkapnya.
Sejak saat itu, kerjasama antara mangrove Telok Bangko mulai berjalan. Setiap kali pemesanan, PT Pupuk Kaltim selalu memesan dengan jumlah banyak. Terkadang 100 ribu batang, atau 200 ribu batang bibit mangrove. “Setiap kali pesan, angkanya berbeda. Per bibit kami jual Rp 11 ribu,” katanya.
BACA JUGA: Saenuddin, Perantau Sulawesi yang Sukses Budidayakan Kakao di Berau
Itu juga, setiap kali perusahaan tersebut ingin memesan bibit mangrove, pasti berkonsultasi dengan Hadi. Konsultasi itu terkait jenis mangrove yang cocok untuk daerah yang menjadi target PT Pupuk Kaltim dalam melaksanakan penanaman mangrove.
“Jadi saya menyiapkan bibit mangrove sesuai dengan kebutuhannya. Karena, tidak bisa sembarangan. Di sini (Telok Bangko), kami punya delapan jenis mangrove. Setiap baris punya jenis yang berbeda,” terangnya.
PT PKT juga memberikan support terhadap produksi olahan dari turunan mangrove. Seperti pembuatan tepung, dodol dan sirup. “Termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sini, di support oleh PKT. Kita salah satu binaan PT PKT,” terangnya.
Awal 2023, mangrove Telok Bangko itu sempat dibuka untuk umum. Tujuannya untuk edukasi dan wisata. Gratis. Masalah terbesarnya adalah sampah. Sampai akhirnya di tahun yang sama, Hadi terpaksa harus menutup Telok Bangko untuk umum.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
