Biduk-Biduk dan Kisah Putri Suluk, Runtuhnya Kerajaan Kayu

Senin 15-06-2020,21:12 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Sejak itu terjadi kesenjangan di kampong tersebut. Sehingga tahun 1944-1950 kepala kampung digantikan oleh Jawi. Dan tahun 1950-1954 posisinya digantikan lagi oleh Sondong.

Setelah menjabat sebagai kepala kampung selama 4 tahun, Sondong mengundurkan diri. Saat itulah dilaksanakan pemilihan kepala kampung pertama kalinya pada tahun 1954. Kepala kampung terpilih pertama dijabat oleh H Mulia Pute. Nama kampung diubah menjadi desa pada masa pemerintahannya. Desa Biduk-Biduk juga mendapatkan penghargaan sebagai desa teladan pada masa itu.

Tahun 1980, H. Mulia Pute mengundurkan diri dari jabatannya, untuk memberikan kesempatan kepada generasi berikutnya memimpin Biduk-Biduk.

Kepala desa kemudian dijabat oleh H Hasboellah Achmad. Desa Biduk-Biduk kembali menerima penghargaan sebagai desa teladan pada masa itu. H Hasboellah Achmad menjabat selama 23 tahun, dari 1980-2003. Beliau tidak mencalonkan kembali sebagai kepala desa, agar terjadi regenerasi kepemimpinan.

Lalu pada 2003 itu, terpilihlah H Darmani sebagai kepala desa untuk masa jabatan 2003-2008. Nama desa diubah kembali menjadi kampung berdasarkan peraturan pemerintah Kabupaten Berau pada masa kepemimpinannya.

Setelah masa jabatan H Darmani berakhir. Pemilihan kepala kampung mengangkat Mudassir T. Yang pada masa pemerintahannya memindahkan kantor pemerintahan kampung yang lama ke lokasi yang baru. Itu karena dianggap lebih strategis di Jalan Manunggal 87.

Mudassir T menjabat selama 5 tahun dari 2008-2014. Setelah itu jabatan kepala kampung digantikan oleh Abbas Saleng. Dan saat ini kepala kampung dijabat oleh Kasmuddin, yang masih merupakan keturunan pasangan Mahmude dan Putri Baggol.

Runtuhnya Kerajaan Kayu

KEMBALI pada penuturan Abdul Milla, nama Biduk-Biduk berarti kapal-kapal kecil. Berasal dari seseorang yang bernama Ma Jahaba. Seorang pembuat kapal atau perahu kecil. Ma Jahaba bersuku Suluk.

"Mungkin dia salah satu pencari moyang Baggol, yang mengikuti sayembara, lalu menetap di Biduk-Biduk," ujarnya.

Kata biduk adalah bahasa suku Suluk yang artinya kapal. Nama Ma Jahaba kemudian diabadikan menjadi nama sebuah jalan utama di Biduk-Biduk: Jalan Majahaba.

Cerita perkembangan Kecamatan Biduk-Biduk hingga kini terkenal sebagai tujuan wisata primadona. Dimulai dari masuknya investor yang mengeksploitasi sumber daya kehutanan di wilayah itu.

PT Daisy Timber (persero) memperoleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Biduk-Biduk. Diperkirakan sejak 1960-an. "Saya lahir sudah ada perusahaan itu," kata Milla.

Silih berganti investor masuk menyokong BUMN tersebut memproduksi hasil hutan kayu logging di Biduk-Biduk. "Investor asal Jepang, Arab Saudi, Cina pernah masuk ke wilayah ini. Sebagian mereka juga menikah dan memiliki keturunan di sini," tambahnya.

Keberadaan PT Daisy Timber ikut mewarnai peradaban Biduk-Biduk. Perusahaan pelat merah itu mempekerjakan warga lokal dari sebagian besar pekerjanya.

Sehingga menjadi sumber pendapatan utama masyarakat kampung. Pekerjanya yang berasal dari luar daerah, banyak yang menikah dan menetap di Biduk-Biduk. "Salah satunya ipar saya, yang mantan pekerja di Daisy Timber. Dia menikah dengan adik saya," ucapnya.

Tags :
Kategori :

Terkait