Samarinda,DiswayKaltim,com - DPRD menilai pemkot plin plan. Pasalnya, Pemkot Samarinda mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang selama COVID-19.
Diketahui, semula Pemkot Samarinda menetapkan relaksasi atau new normal awal Juni. Namun terbit
SK Wali Kota Samarinda. Tentang perpanjangan masa tanggap darurat wabah pandemi COVID-19. Dari 30 Mei hingga 30 Juli. Ketua komisi III DPRD Samarinda Angkasa Djaya Djoerani pun menyayangkan hal itu.
"Sekarang kita relaksasi, oke. Tapi relaksasi itu yang seperti apa, dampaknya ke masyarakat bagaimana. Kemudian ada kebijakan begini. Ya tentu membuat bingung masyarakat," tegasnya.
Publik pun dibuat bingung. Termasuk Angkasa sendiri. Rencananya Senin (8/7) ini ia akan melakukan rapat pimpinan (rapim) dewan. Termasuk dengan jajaran pemkot. Untuk meminta kejelasan perihal relaksasi yang diikuti dengan perpanjangan masa darurat pandemi yang justru disampaikan.
"Nanti kami juga akan melakukan hearing kepada pemerintah mengenai kebijakan itu. Urgensinya apa," jelasnya.
Ditengah euporia ekonomi Samarinda yang kembali bergairah, Angkasa sebagai perwakilan rakyat tentu tak menginginkan pemerintah salah dalam mengambil keputusan. Khususnya saat masa pandemi COVID-19.
"Kalau tidak ada pekerjaan pemerintah, ekonomi akan kolaps. Di mana buruh bisa bekerja, di mana pedagang bisa berjualan," katanya.
"Diperlukan kehati-hatian dan ketegasan dalam mengambil sikap. Dapur masyarakat harus tetap bisa berasap. Sambil memperhatikan perkembangan pandemik saat ini," sambungnya politisi PDIP ini.
Meski anggota dewan masih ada yang mempertanyakan maksud dan tujuan dari langkah maju mundur Pemkot Samarinda, tapi berbeda halnya dari tanggapan Ketua DPRD Samarinda, Siswadi. Ia mengaku kajian relaksasi atau pun perpanjangan masa tanggap darurat COVID-19 pasti berlandaskan pertimbangan kesehatan.
"Karena beliau ketua tim gugus. Jadi saya meyakini kalau wali kota pasti mengacu dari perhitungan medis terkait seluruh kebijakan yang telah diambil saat ini," ungkap Siswadi.
Walau pun mengaku tak mengetahui pasti terkait surat edaran yang ada, akan tetapi Siswadi mengaku kalau pemerintah juga harus bisa memberi kejelasan. Agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
"Tanggap darurat dan relaksasi itu saya engga tau bedanya seperti apa. Relaksasi detailnya bagaimana. Kalau tanggap darurat itu seperti. Jangan nanti ujung-ujungnya sama seperti Jakarta, perpanjangan PSBB tapi masih di masa transisi," pungkasnya. (nad/boy)