Sidang Dugaan Korupsi Pembangunan Pasar Baqa Berlanjut, Sulaiman Sade: Saya Tidak Salah

Rabu 27-05-2020,22:44 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Situasi sidang dengan agenda pembelaan penasihat terdakwa kasus dugaan korupsi Pasar Baqa/ (M5/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Baqa di Kecamatan Samarinda Seberang kembali dilanjutkan, Rabu (27/5/2020) siang. Agendanya pembelaan dari penasihat hukum terdakwa. Yakni Sulaiman Sade selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Said Syahruzzaman sebagai kontraktor dan Miftachul Choir selaku PPTK. Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Lucius Sunarno, mula-mula terdakwa Miftachul Choir menyampaikan kalau dirinya telah menyerahkan nota pembelaan yang mana sesuai dengan agenda persidangan. "Intinya saya merasa tidak bersalah dan menyampaikan permohonan pembebasan," ucapnya. Sementara itu, Sulaiman Sade sebagai mantan Kepala Dinas Pasar Samarinda, menyamapaikan kalau dalam dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Baqa tersebut ia masih memiliki niatan untuk menyelesaikannya. "Saya tidak ada niatan untuk tidak menyelesaikan pekerjakan itu. Hal itu sudah ada surat dari BPK dengan hasil WTP," tutur Sade. Tak hanya terdakwa Miftachul Choir, Sulaiman Sade dikesempatan yang sama pun juga menyampaikan kalau dirinya merasa tidak bersalah, apalagi dengan tuduhan telah menentukan pemenang dari putusan panitia lelang dan dituding menerima 8 persen dari nilai proyek pembangunan Pasar Baqa. "Itu tidak benar, tidak ada bukti rekening, dan tidak ada intervensi kepada panitia lelang," imbuh Sade. Dengan penyampaian agenda hari ini, maka Majelis Hakim beserta Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutuskan menerima perihal tersebut  akan dijawab pada agenda sidang selanjutnya pada Rabu (3/6/2020) pekan mendatang.   Terpisah, Penasihat Hukum terdakwa Sulaiman Sade, Mahmud Jailani menuturkan pihaknya tidak sepakat dengan tuntutan JPU sebelumnya yang memberikan sanksi Pasal 2 UU no 31/1999 Juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. "Yang paling tepat seharusnya adalah Pasal 3 dengan subyek hukum mengenai pasal tambahan Pasal 18 sama UU 31/1999," kata Mahmud. Karena dalam fakta persidangan, lanjut Mahmud, saksi yang memberatkan tuntutan Sulaiman Sade telah mencabut BAPnya. "JPU pun tidak bisa mendatangkan satu bukti dan saksi lainnya, karena itu berkaitan kalau Sulaiman Sade terima aliran dana 8 persen," sambungnya. Bahkan menurut Mahmud, dalam agenda pembelaan tersebut ia menilai ada pertentangan azas hukum yang terjadi, hingga membuat Majelis Hakim sedikit merasa ragu. "Itu bertentangan dengan Pasal 185 ayat (1) sampai ayat (6). Dan seharusnya, ketika ada keragu-raguan maka hakim harus menguntungkan pihak terdakwa," tandasnya. Untuk diketahui, dalam sidang tuntutan sebelumnya, Sulaiman Sade dituntut delapan tahun kurungan penjara. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Doni Dwi, menyebut Sade sebagai aktor intelektual dalam kasus rasuah senilai Rp 18 miliar tersebut. Dalam dakwaannya, Kesatu Jaksa Penuntut Umum, Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Sulaiman Sade dalam amar tuntutan JPU dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun denda Rp500 Juta Subsidair 3 bulan kurungan. Selain itu, dia juga dikenakan membayar uang pengganti (UP) senilai Rp1.107.000,00. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun. Sedangkan barang bukti berupa uang senilai Rp30 Juta dari Said Rian dirampas negara. Terhadap terdakwa Said Syahruzzaman selaku kontraktor, Jaksa menuntut dengan pidana penjara selama 9 tahun denda Rp500 Juta Subsidair 3 bulan kurungan. Sama dengan Sulaiman Sade, Said juga dikenakan membayar UP senilai Rp3.735.000,00 Subsidair 3 tahun penjara. Dan untuk Miftahul Khoir, Jaksa menuntutnya 7 tahun penjara denda Rp500 Subsidair 3 bulan dan membayar UP senilai Rp116 Juta Subsidair 3 tahun. (M5/boy)

Tags :
Kategori :

Terkait