BERAU, NOMORSATUKALTIM — Di tengah potensi alam yang menakjubkan, geliat pariwisata di Kabupaten Berau masih tertahan oleh berbagai kendala, seperti tembok regulasi, akses sulit, dan keterbatasan sumber daya.
Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau, Abdul Majid, tidak menampik bahwa sektor pariwisata sebetulnya menyimpan potensi besar bagi pendapatan daerah.
Hanya saja, banyak peluang belum bisa digarap optimal karena terbentur kewenangan dan keterbatasan infrastruktur.
“Kita sudah punya beberapa destinasi yang mulai berkontribusi, seperti Museum Batiwakkal, Air Panas Buatan, Goa Halo Tabung, dan Labuan Cermin. Tapi untuk pengembangan lebih jauh, perlu kolaborasi dengan pengelola di lapangan,” ujarnya, Jumat 7 November 2025.
Ia menjelaskan, sejumlah kawasan wisata lain termasuk Pulau Maratua sebenarnya sudah disiapkan menjadi sumber pendapatan daerah.
BACA JUGA:Pemkab Berau Siapkan Konsep Tambak Udang Windu Ramah Lingkungan di Pulau Derawan
Namun rencana itu terganjal aturan pembagian kewenangan antara provinsi dan kabupaten.
“Wilayah laut 0–12 mil merupakan kewenangan provinsi, jadi kami tidak bisa menarik retribusi dari kawasan itu. Padahal potensi ekonominya besar sekali,” ungkapnya.
Majid mengakui, kontribusi pariwisata terhadap PAD masih terbatas, sebagian besar baru datang dari sektor makanan dan minuman.
Meski begitu, menurutnya, dampak ekonomi di tingkat masyarakat tetap terasa, terutama bagi pelaku UMKM yang menggantungkan usaha pada arus wisatawan.
BACA JUGA:Hasil Operasi Jaran 2025, Polres Kukar Tangkap 8 Pelaku Curanmor, Penadahnya Asal Samarinda
“Yang penting perputaran ekonomi di masyarakat berjalan. Pendapatan daerah bisa mengikuti nanti,” katanya.
Selain faktor regulasi, akses menuju destinasi wisata juga menjadi tantangan besar. Beberapa lokasi unggulan berada jauh dari pusat kota dengan biaya perjalanan yang tidak murah.
“Kalau di Jawa, wisatawan bisa menikmati banyak destinasi dalam satu hari. Tapi kalau ke Bidukbiduk, misalnya, butuh enam jam perjalanan dari Tanjung Redeb. Ditambah biaya dari kota besar yang bisa mencapai Rp5 juta pulang-pergi,” jelas Majid.
Untuk menyiasati itu, pemerintah berencana menghidupkan kembali event-event wisata di kawasan perkotaan.