Selain korban jiwa, kerugian material juga tak kalah besar.
Mahfud menyebut banyak mobil dibakar massa hingga menyisakan bangkai, serta bangunan yang dirusak akibat aksi penjarahan.
BACA JUGA : Perintah Presiden kepada TNI dan Polri: Tindak Tegas Massa yang Anarkis!
Di Jakarta Timur misalnya, kericuhan menyisakan deretan kendaraan yang hangus terbakar, sementara di sejumlah titik bangunan perkantoran dijebol massa.
Ia juga menyinggung adanya kekerasan terhadap aparat di Bandung, di mana sejumlah polisi dikejar, ditangkap, dan dianiaya massa.
Namun di sisi lain, Mahfud menyoroti tindakan represif aparat, termasuk beredarnya video yang memperlihatkan anggota Brimob mengeroyok seorang demonstran di kawasan flyover Gerbang Pemuda Sentral, Jakarta.
“Dia sendirian dikeroyok, ditendang, dan dipukul rame-rame,” ujarnya.
Sebagai pakar hukum tata negara, Mahfud memahami dilema yang dihadapi aparat di lapangan.
BACA JUGA : Fitur Live TikTok Dimatikan Sementara hingga Beberapa Hari Kedepan
Menurutnya, aparat hanya menjalankan perintah untuk menjaga ketertiban, namun pada saat bersamaan harus menghadapi amarah massa.
“Saya paham aparat hanya menjalankan tugas, mereka tidak ikut mengambil keputusan politik. Jadi korban, polisi jadi korban, rakyat jadi korban. Oleh sebab itu, ini harus diselesaikan,” tegas Mahfud.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab penuh berada di pundak para atasan.
Komando dan arahan yang diberikan harus cermat, tepat waktu, dan mengutamakan keselamatan.
“Yang harus bertanggung jawab adalah atasan. Dalam memberi komando itu harus cermat dari waktu ke waktu,” tambahnya.
Mahfud menilai akar dari gejolak sosial ini tidak bisa dilepaskan dari akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai kebijakan pemerintah.
BACA JUGA : Kondisi Terkini Rumah Ahmad Sahroni, Wali Kota Jakut Pastikan Bukan Ulah Warga Setempat