AJI Balikpapan Desak KPID DKI Cabut Imbauan, Berpotensi Batasi Kebebasan Pers dan Mereduksi Hak Publik

Minggu 31-08-2025,06:25 WIB
Reporter : Salsabila
Editor : Tri Romadhani

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan mendesak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta untuk segera mencabut imbauan yang dianggap berpotensi membatasi kebebasan pers dan mereduksi hak publik atas informasi.

Gelombang aksi unjuk rasa terjadi di sejumlah titik di Jakarta, pada Jumat 29 Agustus 2025.

Salah satu pemicunya yakni insiden tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis milik Brimob pada Kamis malam 28 Agustus 2025.

Sejumlah media menurunkan liputan langsung dari lapangan, memperlihatkan penggunaan gas air mata, penangkapan sewenang-wenang, hingga bentrokan yang menimbulkan korban jiwa.

Situasi tersebut memicu kemarahan publik dan memperluas solidaritas.

BACA JUGA : Kondisi Terkini Rumah Ahmad Sahroni, Wali Kota Jakut Pastikan Bukan Ulah Warga Setempat

Sejumlah daerah, termasuk Kalimantan Timur, menyatakan kesiapan menggelar aksi serentak. Di Samarinda, aksi dijadwalkan berlangsung pada 1 September 2025.

Di tengah meningkatnya eskalasi, KPID DKI Jakarta menerbitkan surat edaran bernomor 309/KPID-DKI/VIII/2025 pada 28 Agustus 2025. 

Surat itu meminta lembaga penyiaran tidak menayangkan liputan unjuk rasa yang mengandung kekerasan secara berlebihan, bersifat provokatif, maupun "eskalatif" terhadap kemarahan masyarakat.

Penyiaran juga diminta menghadirkan pemberitaan dengan "nuansa sejuk dan damai."

Menanggapi hal tersebut, Ketua AJI Balikpapan, Alfian Erik, menegaskan bahwa imbauan itu berpotensi menjadi bentuk intervensi terhadap kemerdekaan pers.

BACA JUGA : Fitur Live TikTok Dimatikan Sementara hingga Beberapa Hari Kedepan

"Istilah provokatif dan eskalatif sangat multi tafsir dan berbahaya jika dijadikan dasar pembatasan liputan. Pers bekerja berdasarkan fakta, bukan tafsir subjektif lembaga tertentu," kata Erik saat diwawancara langsung kepada Nomorsatukaltim, pada Sabtu 30 Agustus 2025.

Menurutnya, imbauan itu bisa menjadi bentuk represi halus, karena media diarahkan hanya menyiarkan framing yang aman bagi kekuasaan.

Padahal, jurnalisme yang sehat justru harus memberi ruang pada suara publik, termasuk dinamika di lapangan.

Kategori :