“Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” kata Noel saat digiring petugas.
BACA JUGA : PN Samarinda Kabulkan Restitusi Korban Pembunuhan, Istri Dapat Ganti Rugi Rp306 Juta
Pernyataan ini menimbulkan perhatian publik, mengingat amnesti selama ini lebih identik dengan kasus politik atau pelanggaran hukum tertentu yang memiliki pertimbangan kemanusiaan dan kepentingan bangsa.
Sementara kasus korupsi, menurut pakar hukum, hampir mustahil mendapatkan pengampunan semacam itu.
Hasan menegaskan bahwa Presiden tidak akan melakukan intervensi dalam proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
“Siapa pun yang terlibat, biarlah hukum yang membuktikan. Presiden tidak akan membela bawahannya jika terbukti bersalah,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa langkah KPK dalam melakukan OTT merupakan bagian dari penegakan hukum yang harus dihormati.
BACA JUGA : Ini Aliran Dana yang Didapat dari Memeras Para Buruh dalam Kasus Korupsi K3
“Presiden selalu mendukung kerja KPK dan aparat penegak hukum. Jadi biarkan proses ini berjalan sebagaimana mestinya,” lanjut Hasan.
Beberapa ahli hukum menilai permintaan amnesti Noel tidak relevan dengan kasus yang menjeratnya.
Amnesti biasanya diberikan Presiden dalam bentuk penghapusan pidana untuk tindak pidana tertentu, bukan untuk kasus korupsi yang jelas-jelas merugikan keuangan negara.
“Permintaan amnesti dalam konteks kasus korupsi sulit diterima. Hal ini bisa mencederai komitmen pemberantasan korupsi dan bertentangan dengan semangat reformasi hukum,” ujar salah satu pengamat hukum tata negara.
Dengan demikian, harapan Noel untuk mendapat pengampunan dari Presiden dinilai sangat tipis.
BACA JUGA : Danantara Pangkas Jumlah BUMN, UMKM Jadi Mitra Strategis Ekosistem Baru
Pemerintah bahkan menegaskan kembali bahwa semua proses akan diserahkan pada mekanisme hukum yang berlaku.
Kasus yang menimpa Noel dinilai menjadi peringatan keras bagi pejabat negara lainnya agar tidak bermain-main dengan wewenang yang dimiliki.