KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Kritik pedas datang Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) terhadap sistem pengelolaan program pengentasan kemiskinan yang selama ini dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim).
Diketahui, Kutim memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang cukup besar setiap tahunnya.
Serta mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yakni mencapai 9,82 persen pada tahun 2024.
Namun ironisnya, angka kemiskinan di daerah Kutim ini masih tetap tinggi dan belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
BACA JUGA: Kemiskinan di Kutim Capai 8,81 Persen Meski Ekonomi Tumbuh 9,82 Persen, BPS Ukur Pola Pengeluaran
BACA JUGA: Dianggap Sudah Tak Relevan, BPS Disarankan Perbarui Metode Pengukuran Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 37,11 ribu jiwa atau sekitar 8,81 persen dari total penduduk Kutim masih hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024.
Anggota Komisi C DPRD Kutai Timur (Kutim), Novel Tyty Paembonan menilai, angka ini tidak sebanding dengan capaian ekonomi daerah dan besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikucurkan setiap tahun.
“Kalau daerah sekelas Kutai Timur ini, dengan APBD yang cukup besar tiap tahun, tapi angka kemiskinan tidak juga turun, saya mau katakan pasti ada yang salah dalam pengelolaan,” ujar Novel Tyty, Selasa, 5 Agustus 2024.
Menurut politisi Gerindra itu, selama ini program pengentasan kemiskinan terlalu terfokus pada pemberian bantuan instan semacam sembako atau subsidi jangka pendek.
BACA JUGA: Fenomena Unik Balikpapan, Pengangguran Naik, tapi Kemiskinan Terendah se-Indonesia
Tanpa menyentuh akar masalah yang membuat warga tetap terjebak dalam kemiskinan.
“Program semacam itu hanya menolong sementara. Setelah itu mereka kembali miskin lagi. Tidak ada perubahan berarti dalam hidup mereka. Seharusnya ada program yang menyasar kemandirian masyarakat,” tegasnya.
Novel mengusulkan agar pemerintah mulai menyusun program pemberdayaan yang konkret dan berkelanjutan.