KUBAR, NOMORSATUKALTIM - Gedung DPRD Kabupaten Kutai Barat (Kubar) kembali dipenuhi massa, pada Senin, 7 Juli 2025.
Sebanyak 171 warga Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, berbondong-bondong mendatangi kantor wakil rakyat guna mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP).
RDP atau hearing digelar untuk menyikapi konflik antara warga dengan PT Borneo Damai Lestari Raya (BDLR).
Sengketa yang telah berlangsung lebih dari satu dekade itu semakin meruncing, dipicu oleh persoalan tali asih yang tak kunjung diberikan, dugaan penyerobotan lahan, hingga perubahan sepihak komoditas dari karet menjadi kelapa sawit.
Berdasarkan penuturan warga dalam hearing, permasalahan mencuat sejak 2012, saat PT BDLR mulai beroperasi di wilayah Intu Lingau dengan membawa rencana membuka kebun karet.
Namun dalam perjalanannya, tepat pada 21 Mei 2024, perusahaan mengubah komoditas menjadi kelapa sawit.
BACA JUGA: Ladang Digusur, Warga Dilang Puti Protes: Sudah Lapor Polisi, Tapi Alat Berat Jalan Terus
Keputusan sepihak tersebut menuai penolakan keras dari warga, karena tidak pernah melalui proses musyawarah yang adil dan menyeluruh.
Perubahan komoditas bukan satu-satunya pemicu. Warga menuding HGU perusahaan tumpang tindih dengan wilayah permukiman, sekolah, dan ladang produktif.
Selain itu, hingga kini warga mengaku belum menerima tali asih atau ganti rugi atas lahan yang digarap perusahaan.
Salah satu perwakilan masyarakat, Yahyan Viktoria, menyampaikan langsung di forum bahwa kedatangan 171 warga merupakan bentuk akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah dan perusahaan.
"Kami datang 171 orang, tapi yang diizinkan masuk hanya puluhan. Kami sudah coba dari kampung, ke kecamatan, sampai kabupaten, tapi suara kami diabaikan. Ini bukan sekadar soal tanah, ini tentang martabat," tegas Yahyan.
Ia juga mengungkapkan bahwa intimidasi terhadap masyarakat makin intens, terutama saat mereka berupaya mengecek batas-batas HGU di lapangan.
BACA JUGA: Warga Kutai Barat Bersatu Tolak Tambang Ilegal di Lapangan Sari Jaya
"Waktu kami turun cek batas lahan, kami malah dicegat orang tak dikenal. Ini sudah masuk ranah pelanggaran hukum. Bagaimana mungkin masyarakat bisa tenang kalau mereka diteror di tanah sendiri?" katanya.