“Kami tidak ingin tragedi Minamata kedua terjadi di Kalimantan Timur. Merkuri dapat mencemari ikan sepanjang Sungai Mahakam, dari Hulu Kelian hingga Muara Mahakam. Sangat berbahaya bagi masyarakat,” pungkasnya.
Pernyataan Sikap Aliansi Penyelamatan Hutan Kutai Barat
Di puncak aksi, Fredy membacakan pernyataan sikap resmi APHKB yang ditujukan kepada Gubernur Kaltim, antara lain:
1. Menuntut penutupan tambang emas ilegal yang menggunakan merkuri, yang berpotensi mencemari Sungai Kelian dan Mahakam serta membahayakan ribuan warga.
BACA JUGA: Mantan Kepala Dinas ESDM Kaltim Ditetapkan Tersangka, Diduga Terlibat Kasus Korupsi Jamrek Tambang
2. Mengingatkan bahaya kesehatan jangka panjang akibat merkuri, seperti kerusakan saraf, kelumpuhan, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta cacat lahir.
3. Menuntut penutupan tambang batu bara ilegal yang merusak lingkungan, infrastruktur jalan, dan tidak memberi kontribusi positif kepada masyarakat.
4. Mendesak Muspida dan aparat penegak hukum menindak tegas semua aktivitas tambang ilegal di Kutai Barat.
5. Menolak segala bentuk intimidasi terhadap masyarakat yang menolak tambang ilegal serta mendukung pejuang lingkungan dan tokoh adat.
6. Aksi damai ini menjadi gambaran kegelisahan masyarakat yang menginginkan masa depan lingkungan dan kehidupan lebih baik. Mereka siap mengawal tuntutan hingga tingkat nasional dan internasional jika tidak ada respons dari pemerintah.
Masyarakat Lokal Menjadi Penonton
Kepala Adat Kecamatan Linggang Bigung, Yu Elvin Berry, menyampaikan kekecewaan mendalam karena pelaku tambang ilegal mayoritas berasal dari luar daerah.
BACA JUGA: Dugaan Tambang Ilegal di Kebun Raya Unmul Samarinda Masih dalam Tahap Penyelidikan Polda Kaltim
“Masyarakat kami hanya menjadi penonton di tanah sendiri. Mereka tidak mendapatkan keuntungan apa pun, bahkan harus menanggung bencana dan kerusakan akibat tambang ilegal,” ujarnya.
Yu Elvin juga mengkritik lemahnya pengawasan pemerintah, yang membuat masyarakat adat terus kehilangan lahan, sumber air, dan ruang hidup vital.
“Kami bukan anti pembangunan, tapi menuntut pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Jangan sampai alam dan kehidupan kami dikorbankan demi keuntungan sesaat,” tegasnya.