Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga inflasi pada sisa tahun 2024 tetap dalam kisaran target pemerintah sebesar 2,5 persen dengan toleransi plus minus 1 persen.
BACA JUGA: Cek Kelayakan Parsel, Pemkot Balikpapan Sidak di Sejumlah Toko Retail
BACA JUGA: Mangkrak Sejak 2014, Kelanjutan Pembangunan Bandara Paser masih Dinanti
Tambah Beban Ekonomi
Meski optimisme pemerintah cukup tinggi, kritik muncul dari Center of Economic and Law Studies (Celios).
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi memicu inflasi lebih tinggi sekaligus menambah beban ekonomi masyarakat, terutama kelompok miskin.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 per bulan dan bisa memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 per bulan,” ucap Media.
Menurutnya, kenaikan PPN tidak hanya berdampak pada pengeluaran rumah tangga, tetapi juga dapat memengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan.
BACA JUGA: Gebyar Pajak Daerah 2024: Ada Umrah Gratis dan Beragam Hadiah Menarik untuk WP Taat Pajak
BACA JUGA: Kabar Gembira! Pemkab Kukar Gratiskan Pendaftaran HAKI untuk UMKM dan Akademisi
Diketahui, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pasal 7 undang-undang tersebut mengatur bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, sementara tarif 12 persen akan diterapkan paling lambat 1 Januari 2025.