SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Klaim dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) bahwa Kaltim akan sebagai penggerak ekonomi kawasan Indonesia timur, dinilai oleh Ekonom Universitas Mulawarman (Unmul) masih belum relevan, karena penyumbang terbesar APBD nya masih menggunakan konsep ekonomi tradisional.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Perekonomian provinsi di Pulau Kalimantan pada tahun 2023, Kaltim masih mendominasi dengan kontribusi sebesar 48,38 persen dengan pertumbuhan ekonomi di angka 6,22 persen.
Kaltim boleh saja berbangga dengan hasil tersebut dan dapat mengklaim bahwa kedepannya, dengan adanya Ibukota Nusanatara (IKN) dapat menjadi pengerak ekonomi di kawasan Timur Indonesia.
Namun, kalau melihat dari konteks jangka panjangnya, apabila Kaltim tidak bergerak dari sektor pertambangan dan penggalian, maka bencana ekoligis akan timbul di masa depan Bumi Etam itu sendiri.
Menurut Dosen Ilmu Manajemen, Fakultas Ilmu Bisnis (FIB) Univeritas Mulawarman (Unmul), Purwadi, ekonomi Kaltim masih sangat bergantung dengan sektor pertambangan dan penggalian.
Hal ini dinilai Purwadi sebagai konsep ekonomi tradisional.
BACA JUGA : Produk China Banjiri Indonesia, Mendag Bakal Kenakan Bea Masuk hingga 200 Persen
Secara sederhana, sistem ekonomi tradisional adalah mekanisme perekonomian yang berasal dari tanggapan masyarakat yang secara aktif mendukung kebudayaan dan lingkungan sehingga berupaya memenuhi kebutuhan dengan pola tradisional.
Dalam konteks ini, Purwadi menilai kegiatan sektor pertambangan masih dalam kategori ekonomi tradisional.
"Inikan ekonomi orang yang kaga mikir," tegasnya, pada Senin 01 Juni 2024.
BACA JUGA : Tranportasi Udara Jadi Penyumbang Kenaikan Inflasi di Kaltim
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, distribusi Produksi Domsetik Regional Bruto (PDRB) Kaltim masih didominasi sektor pertambangan dan penggalian dengan presentase sebesar 46,17 persen.