SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM – Memeringati hari anti tambang (Hatam), sejumlah elemen masyarakat lakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim, Rabu 29 Mei 2024.
Massa yang terdiri dari aktivis lingkungan hingga korban pertambangan menyampaikan beberapa tuntutan. Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan ‘Dosa Penguasa, Rakyat Tersiksa’. Massa juga menaruh keranda mayat yang ditutup kain hitam di depan pagar masuk Kantor Gubernur Kaltim.
Menurut mereka, kondisi Kaltim sudah sangat mengkhawatirkan. Sejak era 1970 an hingga sekarang, banyak daerah di Bumi Etam yang diekspoitasi secara berlebihan, hanya untuk dikeruk habis sumber daya alamnya.
BACA JUGA:Partai Buruh: Tapera Tidak Ada Manfaatnya
“Sejak awal 1970an hingga sudah dikapling untuk izin-izin pengambilan kayu dan pabrik bubur kayu-kertas, lalu tambang emas dan migas, dilanjutkan dengan tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit, tambang karst untuk semen hingga proyek hilirisasi seperti smelter nikel dan gasifikasi batu bara,” kata perwakilan massa aksi, Azis.
Ia melanjutkan upaya penolakan untuk penghadangan laju pengrusakan lingkungan akibat tambang batu bara terus bergulir. Meski pun beberapa aturan justru dianggap memberikan lampu hijau bagi investor, walau pun mengabaikan keselamatan warga.
“Sejumlah pasal dalam berbagai aturan hukum juga turut serta dalam menekan gerakan masyarakat yang menolak pertambangan serta pembangunan skala nasional yang rakus lahan dan syarat akan konflik,” tegas Azis.
Azis juga menambahkan, Kaltim yang dikapling izin industry ektraktif justru tidak merumuskan upaya pemulihan pasca tambang.
BACA JUGA:Road to Pilkada 2024, KPU Balikpapan Beberkan Progres Persiapan
“Lubang-lubang tambang tanpa reklamasi menyebabkan 49 korban, pencemaran dan pembunuhan sumber-sumber air permanen, penghilangan hutan dan ladang masyarakat, kekeringan dan kebakaran serta banjir dan longsor diterus menyiksa masyarakat di Kaltim.”
Karena keresahan inilah para keluarga korban galian tambang menolak segala upaya pengeksploitasian tambang besar-besaran di Kaltim. Menurutnya sudah banyak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan ini.
“Kami masyarakat korban (tambang,red) menolak untuk ditumbalkan bagi rantai panjang pengancuran ruang hidup di sekujur tubuh kepulauan. Kami masyarakat korban menyatakan untuk teguh mempertahankan ruang hidup kami bagi keadilan yang begenerasi,” pungkasnya.