SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Data resmi menunjukkan PDB sebesar 5,2% pada tahun 2023, mencapai target pemerintah, tetapi pemulihan terlihat tidak merata.
Ekonomi Tiongkok tumbuh 5,2 persen pada 2023. Sebenarnya mencapai target resmi pemerintah, tetapi kekhawatiran tentang momentum pertumbuhan tetap ada. Khususnya di tengah krisis properti yang berkepanjangan, kemudian kepercayaan konsumen dan bisnis yang lesu lalu pertumbuhan ekonomi global yang lemah.
Biro Statistik Nasional Tiongkok mengatakan produk domestik bruto (PDB) di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini juga naik 5,2 persen pada tiga bulan terakhir tahun 2023, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dikutip al Jazeera, Kang Yi, kepala biro tersebut mengatakan bahwa ekspansi tersebut telah dicapai dengan susah payah. Pemerintah Tiongkok bahkan memperingatkan bahwa tantangan ekonomi mendatang akan menghadapi lingkungan eksternal yang kompleks dan permintaan yang tidak mencukupi memasuki tahun 2024.
Kilas balik, pada 2022 lalu ekonomi Tiongkok tumbuh hanya 3 persen sebagai akibat dari kebijakan COVID-19 yang berkepanjangan. Setelah mencabut kebijakan tersebut pada akhir 2022, Beijing menetapkan target pertumbuhan sekitar lima persen untuk tahun lalu.
Setelah rebound awal pasca pandemi, ekonomi telah terbebani oleh krisis yang terus berlanjut di pasar property. Di mana pihak berwenang telah mencoba mengendalikan utang dan spekulasi besar-besaran, termasuk mengatasi rekor pengangguran kaum muda.
Ekspor - yang secara historis merupakan pengungkit pertumbuhan utama di Tiongkok- justru turun tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 2016. Menurut angka-angka yang diterbitkan oleh badan bea cukai pada hari Jumat.
Belum lagi ketegangan geopolitik dengan Amerika Serikat dan upaya-upaya beberapa negara Barat untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok, atau mendiversifikasi rantai pasokan mereka, juga telah menekan pertumbuhan negaranya.
Bukan sebuah risiko
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kini sedang berusaha menarik kembali para investor internasional yang mulai skeptis dengan pertumbuhan domestik di negara tersebut.
Berbicara di Forum Ekonomi Dunia di resor Davos, Swiss, Perdana Menteri RRT Li Qiang mengatakan bahwa negaranya telah mencapai target ekonominya tanpa menggunakan "stimulus besar-besaran" dan melukiskan sebuah gambaran yang bullish mengenai situasi ini.
“RRT memiliki fundamental yang baik dan solid dalam pembangunan jangka panjang dan Beijing akan mematuhi kebijakan nasional dasarnya untuk membuka diri terhadap dunia luar,” ucap Li dikuti Al Jazeera.
Li menyatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi di RRT adalah "bukan sebuah risiko melainkan sebuah peluang".
Namun, risiko-risiko berlimpah di era pemimpin Tiongkok Xi Jinping. Ada kekhawatiran yang meluas tahun lalu setelah serangkaian penggerebekan terhadap perusahaan-perusahaan konsultan dan uji tuntas menyusul perluasan hukum spionase Beijing, sementara masalah-masalah yang membebani pasar properti masih belum terselesaikan.
Industri ini telah lama menyumbang sekitar seperempat dari ekonomi Tiongkok dan mengalami pertumbuhan yang mempesona selama dua dekade.