Alfian, dipanggilnya. Ia owner Blitz Auto Concept, salah satu pengusaha terdampak proyek DAS Ampal Balikpapan. Beberapa hari silam, di suatu malam, ia menumpahkan kegundahannya. Menguak sengkarut kinerja kontraktor PT Fahreza Duta Perkasa.
Menumpahkan kekecewaannya pada Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud dan anggota Parlemen kota ini. Wali Kota dinilainya tak memiliki empati pada warga terdampak proyek DAS Ampal. Alih-alih mengganti kompensasi, para korban terdampak proyek, disambanginya saja tidak pernah.
Sampai-sampai, Alfian melempar sarkas pada pak Wali agar jangan terlalu sibuk membuat konten untuk muatan di sosial media. Tapi utamakan kepentingan warga. Ia mengaku tak habis pikir dengan proyek DAS Ampal dan kontraktornya. Pelbagai masalah, kritik sampai laporan ke hukum, tapi masih dipertahankan.
Alfian bilang, tidak peduli dengan dugaan KKN yang mengaitkan Wali Kota dengan proyek ambisiusnya. Ia juga tidak peduli siapapun pelaksana proyek DAS Ampal. Yang dipedulikan adalah solusi kongkret masalah warga, dan kompensasi bagi pelaku usaha yang banyak menelan kerugian.
Ia turut memuntahkan rasa kesalnya terhadap Parlemen Balikpapan. Sembari menunjukan surat tanda tangan warga dan pelaku usaha, Alfian berkisah, pada Februari 2023 pihaknya pernah mengajukan permohonan rapat dengar pendapat.
“Surat kami diterima, tapi tidak ada kelanjutannya,” begitu gundahnya.
Alasan Parlemen, para anggota Dewan yang terhormat itu berdalih sedang melakukan reses. Padahal kegiatannya masih di Balikpapan. “Kalau memang niat kan seharusnya bisa menampung keluhan kami. Jangan nanti mengemis suara, lalu rajin mendatangi warga.”
Ia mengaku tak peduli dengan urusan politik. Tak peduli pada apapun selain solusi. Bukan janiji-janji.
Dari keluhan Alfian beserta warga dan pelaku usaha lainnya, menunjukan betapa kuasanya Wali Kota Rahmad Mas’ud. Terutama dalam pelaksanaan proyek DAS Ampal.
Ini diperkuat dengan keterangan Konsultan MK Yodya Karya, Siti Fatimah, yang pernah menguak tabir carut marut proyek ini. Siti berujar, Dirut PT Fahreza Cahyadi melobi pak Wali untuk meminta waktu. Pak Wali kemudian meminta MK memberi waktu Fahreza lagi. Siti tak bisa berbuat apa-apa selain menurut.
Pertanyaan besar publik masih sama: Ada kepentingan apa Rahmad Mas’ud dengan PT Fahreza? Biarlah masing-masing kepala menafsirkannya.
Kembali pada hipotesa awal: dari keluhan Alfian beserta warga dan pelaku usaha lainnya, menunjukan betapa kuasanya Wali Kota Rahmad Mas’ud. Terutama dalam pelaksanaan proyek DAS Ampal. Hal ini menunjukan pula betapa lemahnya Parlemen Balikpapan.
Berbulan-bulan warga dipaksa untuk menelan kekecewaaan. Berbilang bulan pula Parlemen telah merekomendasikan putus kontrak, tapi rekomendasi itu diabaikan Wali Kota Rahmad. Usulan Pansus pun dimentahkan sang ketua, yang notabene satu perahu dengan pak Wali.
Sejak awal proyek berjalan, hanya berputar-putar saja. Saling lempar masalah, saling klaim sudah berbuat, tapi tidak ada solusi konkret. Yang ada justru keluhan demi keluhan warga dan pelaku usaha. Bahkan, keluhan mereka diabaikan begitu saja. Alih-alih dikasih kompensasi, solusi saja tidak diberi.
Di sisi lain, Parlemen mengklaim telah bekerja sesuai tupoksinya. Melakukan pengawasan. Tapi sudah jelas yang diawasi depan mata banyak masalah, namun tetap saja tak ada solusi apapun selain komentar di media. Usulan Pansus tenggelam begitu saja. Sampai beredar isu adanya dugaan Parlemen ikut masuk angin.