Korupsi Usai Pemilu
Di sisi lain, terkait keengganan transparansi modal kampanye, hal itu bisa berujung pada potensi tindak pidana korupsi. Menurut riset, rendahnya transparansi dan akuntabilitas dana kampanye menunjukkan korupsi politik terjadi usai Pemilu.
Menilik ke belakang, pada awal tahun 2023, PPATK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pernah menemukan dugaan penggunaan dana hasil tindak pidana pencucian uang dalam Pemilu 2014 dan 2019.
Uang hasil korupsi dan sumber ilegal lain yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah, digunakan untuk biaya politik para kontestan di Pemilu.
Salah satu muaranya, pengelolaan dana kampanye yang tidak transparan dan akuntabel, termasuk pembiayaan dari kandidat yang tidak ada batas maksimalnya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pihaknya telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Tujuannya untuk memantau potensi penggunaan dana hasil tindak pidana pencucian uang sebagai sumber dana Pemilu.
Dari hasil riset PPATK dalam dua pemilu terakhir, potensi itu ternyata ditemukan.
”Kami menemukan ada beberapa indikasi dan faktanya memang ada,” beber Ivan, dalam rapat kerja Komisi III DPR, pada Selasa (14/2/2023) silam. (rap)