Terowongan Kembar

Selasa 01-08-2023,08:09 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

"Lagu apa itu Kang?" tanya saya.

"Lagu Sumedang".

"Apa judulnya?"

Ia pun mencarikan link-nya di YouTube. Saya menghidupkan speaker kecil JETE. Saya selalu membawa speaker kecil. Untuk jaga-jaga sound system di tempat senam rewel.

Lagu itu pun saya keraskan lewat speaker. Judulnya Sumedang Kota Kamelang. Sulit mencari padanan kamelang dalam bahasa Indonesia. Mungkin mirip sumelang dalam bahasa Jawa. Semacam bisa bikin kangen sampai setengah mati.

Itu menandakan orang Sumedang sangat lengket dengan daerahnya, tapi banyak yang harus ditinggal jauh demi penghidupan yang lebih baik. Kang Dadan meninggalkannya ke Bengkulu. Lalu ke Tasikmalaya. Ia tinggalkan Desa Serang, Cimalaka, dekat gunung Tampomas itu.

Kami semua mendengarkan lagunya. Mengikuti iramanya. Kang Dadan tiba-tiba terdiam. Saya menengok ke belakang. Matanya sembab. Berlinang-linang. Saya ikut bersedih. Mata saya ikut basah. Kang Dadan bertambah basahnya. Sampai sesenggukan.

Saat itu lirik lagunya berbunyi Sumgkanmiang paturai kudu pa panggang. Berat untuk pergi jauh. Meski pun itu demi ibu Pertiwi.

Saya biarkan lagunya sampai selesai. Biar dada Kang Dadan lega. Orang Sumedang memang harus merantau. Terutama ke Jakarta. Lebih terutama lagi ketika orang Sumedang bisa jadi gubernur DKI Jakarta yang hebat: Ali Sadikin.

Begitu banyak orang Sumedang merantau ke Jakarta sampai ada bus khusus jurusan Sumedang-Jakarta. Sangat legendaris. Nama busnya Medal Sekarwangi. Sampai kini.

Soal mengapa orang Sumedang harus merantau, itu karena Sumedang Ngarangrangan. Tidak banyak yang bisa diandalkan dari bumi Sumedang –selain manusianya. Sampai Sumedang digambarkan sebagai Sumedang Ngarangrangan. Ibarat pohon daunnya meranggas.

Tidak lagi sekarang, mestinya. Apalagi sudah ada jalan tol yang melintasi Sumedang. Tidak lagi terisolasi.

Meski perusahaan bus Medal Sekarwangi berkembang pesat, tetap saja tidak ada MS jurusan Sumedang-Cirebon. Seperti dulu tidak adanya Jalan Siliwangi di Surabaya. Juga seperti tidak adanya Jalan Gadjah Mada di Bandung.

Sumedang kehilangan tiga daerah akibat kalah perang di masa nan lalu. Tiga wilayah itu jatuh ke kerajaan Cirebon: Cikedung (Al-Zaytun berada di sini), Majalengka, dan Kadipaten. Saya tidak banyak tahu sejarah di era itu di daerah itu.

Legendanya mendarah mendaging. Ada versi Sumedang, ada versi Cirebon. Saya tidak ingin Kang Dadan bertengkar dengan Mas Yanto S. Utomo di mobil ini. Apalagi Kang Dadan lagi emosional: inilah kali pertama ia lewat tol di dekat tanah tumpah darahnya.

Mas Yanto adalah dirut Radar Cirebon yang kini jadi dirut Disway.id. Lebih baik tidak usah berbantah. Masing-masing boleh bercerita bergantian. Toh  perjalanan masih akan lama: ke Semarang.

Tags :
Kategori :

Terkait