Nomorsatukaltim.com – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi agar meninjau ulang dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB. Sistem ini telah dilaksanakan sejak tahun 2017. "P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik terjadi tiap tahun," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan, dilansir Beritasatu, pada Senin (10/7/2023). P2G mengungkap sejumlah persoalan utama yang selalu terjadi selama pelaksanaan PPDB. Pertama, terang Satriawan, migrasi domisili melalui kartu keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah unggulan. Modusnya, menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di Kota Bogor. Modus pindah KK ini seharusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil. Solusinya verifikasi faktual. Ia mencontohkan kasus di Bogor, Jawa Barat. "Yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya, bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan pemkot tidak punya sistem deteksi sejak awal. Kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya," jelasnya. Kedua, sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan. Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah, umumnya lebih sedikit dibanding jumlah calon siswa. Akibatnya, jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung seluruh calon peserta didik. Alhasil, calon siswa terlempar, meski ada dalam zona PPDB. Faktor utama, lanjutnya, sebaran sekolah negeri yang tidak merata. Di DKI Jakarta misalnya, jumlah calon peserta didik baru 2023 jenjang SMP/MTs sebanyak 149.530 siswa, tapi daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81%. Untuk jenjang SMA/MA/SMK, CPDB sebanyak 139.841 siswa, sedangkan daya tampung hanya 28.937 atau hanya 20,69%. Ketiga, praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah terkait. P2G mencatat kasus ini, antara lain terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok. P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orang tua dan guru tidak perlu takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan kepada Dinas Pendidikan, Satgas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kemdikbudristek, bahkan ke media massa. "Jika terjadi pungli yang dilakukan guru, kepala sekolah, atau masyarakat, hendaknya diberi sanksi tegas. Bahkan dapat diselesaikan lewat jalur hukum pidana sebagai pembelajaran agar guru bekerja dengan bersih dan jujur," tegasnya. Keempat, anak yang berasal dari keluarga tidak mampu atau jalur afirmasi dan anak dalam satu zonasi tidak dapat tertampung di sekolah negeri. "Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," tegas Kepala Bidang Litbang P2G, Feriyansyah. (*/ Bst)
Perhimpunan Guru Desak Pemerintah Tinjau Ulang PPDB
Selasa 11-07-2023,16:02 WIB
Editor : Rudi Agung
Kategori :