SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Pasca pengungkapan kasus pembunuhan RA di kamar 508 Hotel MJ Samarinda, Korps Bhayangkara menggelar patrol siber. Upaya itu dilakukan untuk mengungkap jaringan pelacuran online.
Kapolsek Samarinda Kota, AKP Creato Sonitehe Gulo menyebut, polisi sudah memeriksa empat orang, yang diduga terkait prositusi daring. "Sejauh ini sudah ada empat orang yang kami periksa, ini dari hasil patroli siber kami," terangnya, Kamis (11/11).
Kendati demikian, pihaknya masih sebatas memintai keterangan dari keempat orang tersebut dan belum ada penetapan tersangka baru "Saat ini masih kami dalami lagi. Belum ada yang ditetapkan tersangka. Karena kasus seperti ini kan agak rumit, tidak bisa sembarangan," jelasnya.
Sementara itu disinggung mengenai peran keempat orang tersebut sebagai muncikari atau penggunaan layanan esek-esek, Gulo sapaan karibnya, hanya mengatakan bahwa kasus ini masih dalam penyelidikan.
Pemeriksaan ini merupakan tindaklanjut pembunuhan yang dilakukan Rudi (23), warga Jalan Pangeran Bendahara, Gang Muharram, Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang.
"Jadi awal mulanya antara pelaku dan korban ini dimulai dari prostitusi online, dengan menggunakan MiChat," ucapnya.
"Untuk itu kami langsung menindaklanjuti, dengan melakukan patroli siber, terhadap penyalahgunaan aplikasi ini. Kami masih butuh waktu dulu untuk menyelesaikan penyelidikan, nanti kalau ada perkembangan baru bisa kami sampaikan" tandasnya.
MiChat (dibaca my chat) merupakan aplikasi perpesanan instan gratis yang bikin oleh MiChat PTE. Limited dan bermarkas di Singapura. Aplikasi ini memungkinkan pengguna bisa bertemu dengan teman baru, termasuk di lokasi sekitar pengguna berada.
Karena fitur inilah, banyak disalahgunakan untuk transaksi seksual. Tidak hanya di Indonesia, penyalahgunaan MiChat juga ditemukan di Malaysia.
KASUS RA
Kematian seorang wanita RA (21), mengejutkan warga Samarinda. Ia ditemukan tewas bersimbah darah dengan 25 luka tusuk pecahan kaca. Korban yang belakangan diketahui sebagai pekerja seks komersial (PSK) tewas di tangan tamunya sendiri usai melakukan transaksi. Terakhir polisi sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus berbeda tersebut.
Adalah Rudi sebagai tersangka pembunuh perempuan 21 tahun tersebut. Sementara Erwin, muncikari korban, ditetapkan sebagai tersangka dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO.
Kedua tersangka ini ditangkap diwaktu yang berbeda. Erwin yang 'menjual' korban untuk memberikan pelayanan esek-esek kepada Rudi, ditangkap pada 28 September lalu.
Sementara Rudi pembunuh korban, baru berhasil ditahan setelah 21 hari menjadi buronan polisi. Keduanya kini telah mendekam di Sel Tahanan Polsek Samarinda Kota.
Kasus bermula ketika tersangka Rudi melakukan komunikasi dengan Erwin melalui aplikasi MiChat. Saat itu Rudi meminta dicarikan pasangan kencan.
“Saat bertemu, korban terlebih dulu meminta uang DP sebesar Rp 250 ribu dan pelaku memberikannya,” ungkap Wakapolresta Samarinda, AKBP Eko Budiyarto.
“Namun setelah memberikan uang, korban malah izin untuk keluar, dengan alasan mau beli pulsa. Kare pelaku merasa ditipu, terjadilah cekcok awal,” dikutip dari Disway Kaltim.
Prositusi online kerap kali terjadi penipuan. Oleh sebab itu pelaku merasa kalau dirinya akan ditipu oleh korban, yang saat itu ingin keluar dari dari kamar. Rudi lantas naik pitam. Mulanya korban ditarik dan dibanting pelaku ke atas kasur.
“Kemudian pelaku menutup wajah korban pakai bantal karena kesal tadi. Korban pun langsung melawan dan mendang kepala RA, hingga pelaku terpental dan jatuh ke lantai,” imbuh Eko Budiyarto.
Saat terjatuh ke lantai, pelaku kemudian mengambil kaca rias genggam dan memecahkannya. Pecahan kaca itu lantas dihunuskan pelaku kepada korban disertai beberapa ucapan ancaman. Karena merasa takut, korban lantas berteriak dan hal tersebut semakin membuat pelaku gelap mata.
Dengan sadis menghujamkan pecahan kaca itu secara membabi-buta disekujur tubuh korban. Hingga Rabiatul Adawiah pun tewas tersungkur bersimbah darah. “Dari hasil forensik ditemukan ada 25 luka tusuk disekujur tubuh korban. Dan luka tusuk ini yang menjadi sebab kematian korban,” terang Eko.
Usai menghabisi RA, Rudi langsung melarikan diri dari lokasi kejadian. Dalam upaya pelariannya, pelaku kerap berpindah tempat ke rumah kerabat-kerabatnya yang ada di Samarinda guna menghilangkan jejak.
Selang seminggu kemudian, Rudi memutuskan untuk kabur ke rumah pamannya di Kabupaten Kutai Barat. Singkat cerita, polisi yang terus melakukan pengejaran akhirnya mendapatkan informasi keberadaan Rudi.
Tim Unit Reskrim Polsek Samarinda Kota dibantu Satreskrim Polresta Samarinda, berhasil menahan Rudi tanpa perlawanan di rumah pamannya. “Kemudian langsung kami gelandang ke Samarinda untuk diproses lebih lanjut,” terang Eko.
Tak hanya itu, Eko juga menjelaskan terkait TPPO yang diperankan Erwin, yang diketahui sudah bekerja sebagai mucikari sejak setahun terkahir. Erwin yang diketahui warga asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, membawa Rabiatul Adawiah ke Samarinda untuk menjadi PSK. Dari setiap transaksi Erwin diketahui mematok tarif mulai dari Rp 400 ribu hingga Rp 800 ribu.
“Jadi pembagiannya itu, kalau ada pembayaran Rp 400 ribu, pelaku mendapatkan pembagian Rp 100 ribu. Kalau Rp 500-600 ribu pelaku mendapat Rp 150. Kalau Rp.800 ribu pelaku dapat Rp 250 ribu,” beber Eko.
Kedua pemuda yang ditetapkan tersangka didalam kasus berbeda kini mendekam di Sel Tahanan Polsek Samarinda Kota. Untuk tindak pidana perdagangan orang, Erwin dijerat Pasal 2 ayat 2 UU RI Nomor 21 tahun 2007 dengan ancaman minimal 3 tahun penjara. Dan maksimal 15 tahun penjara.
“Sedangkan tersangka pembunuhan, kami sanksi dengan Pasal 340 JO 338 KUHP dengan ancaman kurunhan maksimal seumur hidup,” pungkas Eko. Sejauh ini polisi belum menyebut sampai kapan patroli siber akan dilakukan. *AAA