Nomorsatukaltim.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mewaspadai fenomena La Nina yang menyebabkan hujan intensitas tinggi di Kalimantan Timur. BMKG mendorong pemerintah daerah bersiap menyambut ‘kedatangannya’. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengingatkan pemerintah daerah melakukan mitigasi untuk menghadapi bencana hidrometeorologi yang disebabkan fenomena La Nina. Dalam konferensi pers virtual Senin (18/10), ia menyebut pemerintah perlu mewaspadai La Nina dan peningkatan risiko bencana akibat iklim (hidrometeorologi). “Mitigasi yang dilakukan pemerintah pusat sudah dilakukan melalui koordinasi antar kementerian lembaga terkait secara lebih intensif,” katanya. BMKG telah melakukan simulasi, seandainya bencana itu berdampak di wilayah tertentu. “Tahun lalu kami simulasikan di Jabodetabek." Tahun ini, BMKG juga bakal melakukan hal yang sama. Sinergi terus ditingkatkan. Analisis prediksi pemodelan numerik semakin diintensifkan karena Dwikorita menyebut ancaman dari fenomen La-Nina ini cukup tinggi. Bahkan kenaikan curah hujan bisa mencapai 70 persen. "Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk kewaspadaan, untuk menyiapkan lingkungannya. Tandon-tandon air mohon segera diperhatikan kapasitasnya. Jangan sampai embung, danau, sudah mengalami pendangkalan sehingga daya tampungnya tidak maksimal," katanya dilansir Disway Kaltim. Termasuk juga saluran-saluran untuk mengalirkain air permukaan juga perlu diperhatikan. Baik di permukaan atau di bawah permukaan, termasuk saluran di lereng-lereng juga perlu dikondisikan agar tidak tersumbat. "Jangan melakukan perusakan lingkungan misalnya menebang pohon tidak dikontrol, lereng, tebing tanpa perhitungan. Karena La-Nina ini umumnya akan berdampak curah hujan tinggi dan memicu bencana longsor, ada banjir sehingga daya tampung air perlu kita siapkan. Kalau perlu, siapkan untuk memanen air. Memanfaatkan kelebihan air yang turun itu," urainya. Fenomena La-Nina berbeda dengan persepsi masyarakat awam terkait bencana seperti puting beliung atau seperti sirkulasi badai tropis. Menurut Dwikorita, fenomena La-Nina dikontrol oleh perbedaan suhu muka air laut antara Samudera Pasifik yang lebih dingin dengan wilayah perairan Indonesia yang lebih hangat. "Sehingga terjadi anomali atau perbedaan. Apabila perbedaan itu mencapai minus 0,5 maka dinyatakan sebagai ambang batas terbentuknya La-Nina," terangnya. Kemudian, perbedaan suhu tadi memunculkan massa udara basah, yakni pasokan aliran massa udara dari Samudera Pasifik menuju perairan dan kepulauan Indonesia. Fenomena inilah yang meningkatkan curah hujan. "Kita menghitungnya secara bulanan. November ini sudah melampaui minus 0,5 jadi sudah dianggap La-Nina lemah," terangnya. Bila anomali ini semakin bertambah, maksudnya ambang batas suhu berada di angka minus semakin meningkat, misalnya minus 1 derajat maka kategori La-Nina masuk dalam kategori moderat. "Seperti tahun lalu, minus 1 sampai minus 2 derajat celcius dikatakan moderat. Kalau lebih dari itu dikatakan La-Nina Kuat. Untuk tahun ini BMKG memprediksi La-Nina sama seperti tahun lalu, lemah sampai moderat," ungkapnya. Ia menegaskan, fenomena La-Nina bukan bencana badai tropis. Di mana badai tropis disebut bersifat lokal, dengan ditandai adanya kecepatan angin yang tinggi, disertai curah hujan lebat dan hanya berlangsung selama beberapa hari. Sementara La-Nina bersifat global atau regional yang berlangsung bisa selama tiga bulan. "Meskipun saat ini La-Nina masih lemah kita tetap harus waspada dengan mangantisipasi kalau menjadi moderat karena curah hujan juga akan semakin meningkat," katanya. Dwikorita juga menyampaikan beberapa wilayah, yang mengalami cuaca hujan melebihi 70 persen curah hujan dari pada kondisi normalnya, dengan mengacu pada data tahun lalu. Antara lain wilayah Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, Jawa Timur sampai Nusa Tenggara dan beberapa wilayah di Sumatera dan Sulawesi Selatan dan Kalimantan. "Jadi sporadis, tidak merata. Namun tentunya, bapak-bapak dari kedeputian analogi masih terus menganalisis untuk tahun 2021 ini hingga 2022. Meskipun kurang lebih gambarannya masih sama," terangnya. Fenomena yang terjadi di Indonesia, kata dia, memang sudah terdeteksi adanya fenomena La-Nina. Namun ternyata tidak hanya La-Nina yang akan memengaruhi iklim dan cuaca di Indonesia selama sisa akhir 2021 seperti pengaruh angin monsun dari Australia, serta kemungkinan juga akan ada pengaruh lokal seperti badai tropis atau ada kemungkinan pengaruh dari Samudera Hindia. "Tapi pengaruh La-Nina cukup signifikan karena yang kita tunjukkan ini dibandingkan (kondisi) rata-rata 30 tahun, sudah di atas normal. Karena kompleks sekali kondisi iklim di Indonesia," terangnya. La Nina adalah peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya. Penyebabnya karena suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik lebih tinggi daripada biasanya. Peristiwa itu menyebabkan tekanan udara pada ekuator Pasifik barat menurun. Hal ini mendorong pembentukan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak. Selain La Nina, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab menyebut sirkulasi siklonik menjadi daerah pertemuan angin yang menyebabkan penumpukan massa udara sehingga memicu terjadinya hujan. "Ini sangat dinamis, kita pantau terus setiap hari, dan bisa saja posisinya tidak selalu di situ. Yang terpantau hari ini (kemarin) ada di wilayah Kalimantan Utara sehingga menyebabkan potensi hujan di wilayah Kalimantan. Seperti kejadian banjir juga di Samarinda yang memang disebabkan sirkulasi siklonik itu," urainya. Peningkatan curah hujan yang disebabkan sirkulasi siklonik tadi, sangat erat hubungannya dengan kewaspadaan fenomena La-Nina.
La Nina Tebarkan Ancaman di Kaltim
Selasa 19-10-2021,11:00 WIB
Editor : Yoyok Setiyono
Kategori :