PENAJAM, nomorsatukaltim.com - Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) Perwakilan Kalimantan dan Sulawesi (Kalsul) dan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) menjabarkan arah industri hulu migas ke depan. Dalam kegiatan Temu Media bersama jurnalis Penajam Paser Utara (PPU) di Hotel Aqila, Penajam, Senin (11/10/2021). Manager Humas SKK Migas Kalsul Wisnu Wardhana menyampaikan berbagai program pengembangan usaha yang tengah dikerjakan. “Kami optimis target produksi migas bisa tercapai 1 juta barel pada 2030 mendatang bisa tercapai,” kata Wisnu, dikutip dari Harian Disway Kaltim - Disway News Network (DNN). Baca juga: SKK Migas Kalsul Gelar Edukasi dan Media gathering Wisnu menjelaskan, bahwa kegiatan hilir migas berintikan kegiatan pengolahan minyak mentah dan gas bumi. Kemudian menyimpan, mendistribusikan dan memperdagangkannya. Sedangkan kegiatan usaha hulu migas merupakan kegiatan pemerintah dan seluruh aset yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) merupakan Barang Milik Negara (BMN). Kegiatan hulu migas tidak hanya bermanfaat bagi pelakunya, tetapi juga bagi pembangunan daerah, di antaranya Dana Bagi Hasil (DBH) dan PBB Migas. Lalu Participating Interest (PI) 10 persen, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Di samping itu juga mengadakan bisnis penyedia barang dan jasa lokal, tenaga kerja lokal, tanggung jawab sosial (TJS)/Corporate Social Responsibility (CSR), penggunaan fasilitas penunjang operasi (bandara/jetty/seat pesawat/kapal). Ada lagi pasokan gas untuk bahan bakar kelistrikan, jaringan gas (jargas) serta bahan baku industri dan industri turunannya. Dalam kegiatan ini, turut hadir praktisi migas Rudi Rubiandini. Ia menjelaskan bahwa migas masih sebagai sumber energi utama. Pengembangan energi alternatif sebagai substitusi berjalan kurang lancar, khususnya di Indonesia. Energi baru terbarukan itu contohnya pengembangan panas bumi, energi air, batu bara. Apalagi energi baru seperti biofuel, surya, dan angin. “Isu nasional terkait bisnis hulu migas di antaranya krisis minyak. Itu terjadi karena produksi tidak dapat mengejar pertumbuhan konsumsi yang sangat cepat. Sedangkan kekurangan gas terjadi karena adanya penambahan kebutuhan yang sangat cepat, sementara tidak tersedia infrastruktur yang memadai,” katanya. Rudi Rubiandini juga membeberkan penurunan kontribusi migas pada penerimaan negara. Yakni pada 2019 dan 2020 hanya sekitar USD 12 miliar, sementara pada 2011-2014 sebesar USD 30 miliar. “Begitu pula menilai CR (Cost Recovery) sebagai bagian dari sistem KKKS yang berupa investasi awal yang ditanggung KKKS dianggap mengurangi APBN dan merugikan negara. Fakta bahwa produksi meluncur turun dan pendapatan negara tergelincir jatuh,” pungkas Rudi. RSY/ENY
Rudi Rubiandini: Migas Masih Sumber Energi Utama
Selasa 12-10-2021,18:14 WIB
Editor : admin12_diskal
Kategori :