Vaksin di Kaltim, Kuota Pemerintah VS Nonpemerintah

Minggu 19-09-2021,07:26 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Bukan sekali dua Gubernur Isran Noor meminta pemerintah pusat segera menyalurkan vaksin ke Kalimantan Timur. Tak sedikit pula bupati atau wali kota yang mengaku  kesulitan memperoleh vaksin. Tapi bagaimana bisa, organisasi di luar eksekutif memiliki vaksin berlimpah?

Nomorsatukaltim.com - Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang tidak terpusat pada otoritas di bawah pemerintah daerah dipertanyakan. Anggota dewan menilai vaksinasi yang dilakukan berbagai organisasi nonpemerintah dapat menimbulkan perspektif negatif terhadap Pemda. Seolah-olah Pemda kalah dalam hal pengadaan vaksin. Dalam berbagai kesempatan di bulan Juli sampai Agustus 2021, Gubernur Isran Noor ‘menuntut’ pemerintah pusat supaya mengirimkan vaksin lebih banyak ke Kaltim. Selain karena tingginya angka penyebaran COVID-19, juga akibat penerapan status PPKM Level 4 di sejumlah kabupaten dan kota. “Dalam semua kesempatan saya selalu bilang, katanya Provinsi Kaltim kasus Covid  tertinggi di luar Jawa. Tapi kenapa tidak segera diberikan vaksin dalam jumlah yang cukup untuk mencapai herd-immunity?” ujar Isran di acara Gebyar Kewirausahaan dalam rangka Peringatan Hari UMKM Nasional, pertengahan Agustus. Pernyataan senada juga disampaikan saat mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi pelajar dan peresmian Tol Balikpapan-Samarinda Seksi I dan V, akhir bulan lalu. Di sisi lain, saat ini berbagai institusi, baik institusi negara maupun swasta, justru gencar melakukan vaksinasi. Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya'qub menilai pemerintah daerah ketinggalan dalam menyetok dosis vaksin. Akhirnya, kondisi ini menimbulkan perspektif, seolah-olah pemda kesulitan memperoleh vaksin dari pemerintah pusat. Rusman tidak mempersoalkan vaksinasi yang diselenggarakan organisasi nonpemerintah, yang telah menjadi kebijakan pemerintah pusat dalam distribusi vaksin. "Cuma jangan pemerintah daerah seolah-olah tidak punya akses ke pusat. Itu yang kita sayangkan. Pemda kalah sama organisasi non pemerintah," kata Rusman Ya'qub kepada Disway Kaltim, Kamis (16/9). Di samping itu, ia melihat bahwa jalur distribusi resmi pemerintah daerah mulai dari Puskesmas di kabupaten-kota seolah-olah kekurangan vaksin. Lebih sering tidak memiliki stok. Akhirnya rakyat yang selama ini tahunya berurusan dengan pelayanan pemerintah, melihat pemda tidak punya anggaran melaksanakan vaksin. Padahal menurut Rusman, gelaran vaksinasi COVID-19 ini dilaksanakan dengan anggaran pemerintah pusat. Bukan daerah. "Yang selalu kita sampaikan ke pemerintah, terutama pemerintah pusat, kepala daerah jangan dibuat malu oleh publiknya sendiri. Sementara ada organisasi nonpemerintah, lancar saja bisa mendapat stok dan menyelenggarakan vaksinasi. Tapi giliran layanan pemerintah kok susah banget, ini ada apa? Kita juga pertanyakan itu," tuturnya lagi. Rusman menyebut kebijakan distribusi vaksin semacam itu seolah-olah ingin membenturkan pemda dengan rakyatnya sendiri. "Kalau kita sebenarnya senang-senang saja ada sentra-sentra vaksinasi di luar pemerintah. Itu dalam rangka percepatan. Tapi mestinya tidak terbalik. Warga lebih mudah mencari akses vaksinasi di luar pemerintah ketimbang pemerintah. Itu yang kita sayangkan," ungkapnya kepada Disway Kaltim. Menurutnya pula, pemda semestinya berperan sebagai tumpuan masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan.  Tapi faktanya, "(Ada) Puskesmas malah menolak warga yang datang untuk mencari vaksin, karena tidak ada stok vaksin. Kan aneh. Sementara di luar pemerintah ada saja organisasi yang menjalankan vaksinasi." Masalah lainnya, ia menambahkan, organisasi nonpemerintah memiliki kecenderungan memprioritaskan kelompoknya. Akhirnya, terjadilah klaster-klaster masyarakat. Bahwa kalau bukan anggota organisasi penyelenggara vaksinasi tidak dilayani, kalau bukan komunitas itu, tidak dilayani. "Dan akhirnya masyarakat biasa hanya bisa melongo." DPRD Kaltim banyak menerima keluhan masyarakat yang tidak punya akses di organisasi, sulit memperoleh vaksinasi. "Bahkan anak saya sendiri, kesulitan saya carikan akses vaksinasi. Susahnya minta ampun. Saya tanya ke dinas kesehatan katanya tidak tahu. Itu urusannya Diknas. Jadi yang benar yang mana?" "Hari ini kita, dewan yang ngomong ke pemerintah daerah saja tidak digubris. Apalagi rakyat," geram Rusman. "Jadi kita tidak menyoal organisasi itu. Yang kita permasalahkan kenapa justru pemerintah sendiri yang kedodoran. Kan ada persepsi bahwa pemerintah ini sengaja membagikan ke organisasi. Sementara di Puskesmas sendiri kosong. Layanan pemerintah daerah tertatih-tatih menyiapkan vaksin. Kan ini aneh," kata Rusman.

Kejar Target

Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Muhammad Sa'bani  menilai pengadaan dan penyuntikan vaksin oleh lembaga vertikal, lembaga nonpemerintah hingga swasta justru membantu pemerintah daerah mengejar target herd immuity yang menjadi tujuan utama program ini. "Itu bagus, untuk mendukung percepatan coverage vaksinasi bagi masyarakat," kata Sa'bani, kemarin.  Meskipun, kata dia, pemerintah daerah juga masih terus berupaya mendatangkan dan melakukan vaksinasi COVID-19. Sa'bani meyakini, adanya distribusi vaksin yang dilakukan berbagai lembaga selain pemerintah itu, tidak akan mengurangi jatah vaksin untuk Pemda. Sekda menepis anggapan bahwa organisasi nonpemerintah justru lebih mudah mendapatkan setok vaksin dari pemerintah pusat ketimbang pemerintah daerah sendiri. Justru menurut dia, adanya distribusi ke berbagai lembaga itu karena permintaan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. "Sehingga ada percepatan distribusi vaksin ke daerah." Ia juga menyangkal anggapan bahwa stok vaksin dari pemerintah dibagi-bagi dalam pendistribusiannya karena Pemprov tak memiliki cukup anggaran, kekurangan tenaga kesehatan hingga khawatir setok vaksin yang ada kadaluwarsa. Ia mengatakan, bahwa setiap organisasi yang melaksanakan vaksinasi juga telah berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. "Vaksin itu disiapkan oleh pemerintah pusat. Untuk didistribusikan ke-daerah-derah. Dan diberikan gratis kepada masyarakat," ucapnya. Anggota masyarakat yang menjadi sasaran setiap organisasi penyelenggara vaksinasi menurut dia adalah juga bagian dari target sasaran pemerintah daerah. "Asosiasi yang ada di masyarakat yang melaksanakan vaksin berarti membantu pemerintah untuk mempercepat pencapaian target. Masyarakat Kaltim bisa mendapatkan vaksin di setiap kegiatan vaksinasi." "Keikutsertaan lembaga-lembaga non pemerintah serta TNI/POLRI sangat mendukung percepatan vaksinasi di kaltim," tandas Sa'bani.

Isu Jual Beli

Akibat sulitnya masyarakat memperoleh vaksinasi, bermunculan isu jual-beli vaksinasi. Di Kota Balikpapan, Dinas Kesehatan (Diskes) menerima laporan yang menyertakan bukti-bukti berupa penarikan biaya pendaftaran vaksinasi. Oknum tersebut menawarkan tarif pendaftaran sampai Rp 315 ribu. "Dalam tanda petik penjualan," ujar Kepala Diskes Balikpapan Andi Sri Juliarty, baru-baru ini. Ia menyebut, sebenarnya selama ini pihaknya memahami bahwa beberapa kelompok masyarakat yang bekerja sama dalam menyalurkan vaksin ke masyarakat, ada yang mengenakan biaya.  Namun angka yang diajukan, dinilai masih wajar. "Kami pahami jika hanya Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, karena memang untuk biaya operasional. Perlu kertas, perlu printer," katanya. Namun kali ini, laporan yang masuk mencengangkan. Angka yang ditawarkan sudah seperti menjual vaksin. "Ini tidak boleh. Karena seluruh vaksin itu gratis dari pemerintah pusat," tegasnya. Ia menyebut, selama ini pemerintah telah bekerja sama dengan lembaga terkait, bahkan organisasi non pemerintahan demi mempercepat vaksinasi. Namun rupanya masih ada celah untuk memanfaatkan kondisi tersebut. Diskes bakal memperketat prosedur kerja sama penyaluran vaksinasi dengan organisasi nonpemerintahan. "Semua perlu menjalankan amanah percepatan vaksinasi dengan penuh tanggung jawab. Kami juga berulang kali menyampaikan ke masyarakat bahwa vaksin gratis," urainya. Selain itu, Andi Juliarty juga menyebut distribusi vaksin dari pemerintah pusat ke daerah berjalan lancar. "Tidak benar kalau kita kesulitan memenuhi kuota vaksin, terutama di Balikpapan. Vaksin datang dalam jumlah banyak saat ini," tukasnya. Hingga kemarin, penyaluran vaksinasi dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak. Antara lain, disalurkan oleh Badan Intelijen Negara Daerah (Binda) Kaltim secara door to door untuk 750 warga di Baru Ulu, Balikpapan Barat. Binda juga melakukan vaksinasi dengan metode yang sama untuk 750 warga di Gunung Samarinda Baru, Balikpapan Utara. Binda juga melaksanakan vaksinasi bagi 1.500 pelajar di setra vaksinasi Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC) Dome, yang berlangsung sejak pukul 11.00 Wita sampai pukul 16.00 Wita. Kemarin pagi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim juga turut menyalurkan vaksinasi, di BSCC. Terakhir, jajaran Polri juga melakukan vaksinasi di Rumah Tahanan (Rutan), sementara dalam waktu yang bersamaan seluruh Puskesmas di Balikpapan juga melanjutkan vaksinasi di sekolah-sekolah, di wilayah kerjanya masing-masing. Kepala Operasional Binda Kaltim, Kol. TNI Jayus mengatakan, salah satu tantangan dalam percepatan vaksinasi di Kalimantan Timur ialah keberadaan tenaga kesehatan. “Mereka bekerja setiap hari, dan terkadang tanpa libur. Karena itu, kita harus ikut menjaga kondisi fisik dan psikis para nakes kita,” kata Jayus saat memantau pelaksanaan vaksinasi di BSCC, Balikpapan. Dari data yang dihimpun Binda Kaltim, sampai kemarin vaksinasi tahap pertama sudah mencapai 32,39 persen. Sedangkan untuk dosis kedua baru mencapai 18 persen. Ia memperkirakan proses vaksinasi baru bisa diselesaikan pada Desember. Meski begitu, Jayus menyoroti pelaksanaan vaksinasi di Kabupaten Paser yang masih tertinggal. Ia menyebut, selain faktor geografi, juga belum terpusatnya penanganan vaksin. “Jika satu Puskesmas melaksanakan vaksinasi, hendaknya dibantu dengan tenaga dari Puskesmas lain, sehingga pelaksanaan bisa lebih cepat. Yang terjadi, mobilisasi nakes di Paser belum terstruktur,” imbuhnya. *DAS/RYN/AVA/YOS  
Tags :
Kategori :

Terkait