Memutus Lingkaran Setan Bisnis Padi

Rabu 25-08-2021,19:38 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Baru kali ini beras dari Sepaku sulit terjual. Hingga masa panen terakhir, tengkulak dari Balikpapan terhitung rajin menjadi pembeli. Tengkulak yang baru saja tiba di Balikpapan usai mengangkut beras dari Sepaku. Langsung pesan lagi pada petani untuk disiapkan. Saking tingginya permintaan.

“Dampak serbuan beras dari luar Kaltim sepertinya. Stok dari luar kebanyakan, jadi permintaan menurun,” ungkapnya, Senin, 23 Agustus malam.

Untuk mengakali, Sunoto mengajak seluruh warganya untuk membeli beras dari petani langsung. Tidak lagi membeli di mini market atau pun pasar tradisional. Sekadar menghidupkan roda perekonomian masyarakat Desa Bukit Raya. Siasat lainnya, para petani padi dilibatkan dalam pekerjaan non tani. Seperti menjadi buruh rintis, atau pun lainnya. Agar mereka tetap bisa mendapat pemasukan.

Ditanya soal kendala yang kerap terjadi, Sunoto menyebut masalah pupuk dan kesulitan dalam penjualan. Soal pupuk, sebenarnya pemerintah setempat telah menyiapkan stok pupuk subsidi. Yang bisa didapat petani dengan harga miring. Namun makin ke sini, petani makin ogah menggunakan pupuk subsidi. Mereka lebih suka membeli pupuk non subsidi. Walau dengan konsekuensi menambah modal tanam.

“Pupuk subsidi dari pemerintah ini kualitasnya tidak bagus. Perbandingan kualitasnya bisa 1 berbanding 10. Makanya petani enggak mau pakai yang subsidi.”

“Enggak mungkin juga petani tetap menggunakan pupuk subsidi dengan menambah dosis. Bisa rusak tanaman.”

“Ndak tahu juga kenapa bisa begitu. Mungkin dibisnisin. Kami sih berharapnya kualitas pupuk subsidi itu setara dengan pupuk di pasaran. Cukup satu jenis saja pupuk yang disubsidi, tapi kualitasnya bagus,” harap Sunoto.

Untuk penjualan, petani di Sepaku memang harus bergantung pada tengkulak. Lantaran BUMDes setempat masih enggan bermain di ranah bisnis padi.

“BUMDes belum ada beli, anggaran terbatas dan sulit juga memasarkannya. Jadi risiko modal mengendapnya besar,” jelasnya.

Untuk mengurai masalah ini, Sunoto sempat mewacanakan akan membangun Rice Milling di Sepaku. Namun seturut munculnya isu IKN Baru yang sebagian wilayahnya mencaplok kawasan Sepaku. Rencana itu harus ditunda pula. Padahal dengan keberadaan mesin penggilingan yang baik. Produk beras Sepaku akan lebih memikat pasar.

Pada akhirnya, Sunoto berharap pemerintah bisa lebih perhatian lagi terhadap petani padi. Masalah-masalah pra tanam, tanam, hingga pasca panen bisa segera diatasi. Karena kalau kondisi seperti ini terus terjadi. Bukan tidak mungkin jumlah petani dan lahan basah akan tereduksi di kemudian hari. Dan kalau itu terjadi, Kaltim akan terus bergantung pada stok dari luar daerah. Berdaulat dalam pertanian, hanya akan terus menjadi wacana tanpa realisasi. AVA

Hama dan Serapan Padi Petani Lokal

BERGESER ke kecamatan paling selatan di Penajam Paser Utara, Kecamatan Babulu. Sejak lama, kawasan ini sudah terkenal sebagai lumbung padinya PPU bahkan Kaltim. Eksistensi petani padi di sana masih terjaga. Walau sudah mulai banyak yang tergoda ke sawit juga.

Pada musim panen kali ini, harga beras masih sama. Berkisar Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu yang paling mahalnya. Berbicara kendala, keberadaan hama dan penyakit masih menjadi momok petani di sana.

Priyanto, salah seorang petani padi di Desa Sri Raharja, Kecamatan Babulu mengungkapkan, kasus gagal panen di desanya tergolong tinggi. Mayoritas disebabkan oleh cuaca.

“Saat musim hujan, hama lebih banyak. Seperti jamur, penggerak batang, dan walang sangit. Ada juga penyakit padi yang tiba-tiba memutih lalu mati. Kalau bahasa Jawanya sundep. Itu bisa merusak padi sampai ke ruas dalam,” ujar Priyanto, Senin, 23 Agustus malam.

Tags :
Kategori :

Terkait