Memutus Lingkaran Setan Bisnis Padi

Rabu 25-08-2021,19:38 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Musim hujan memang sangat ditunggu-tunggu petani. Karena ketika sawah mereka terairi, maka itu waktunya mulai menanam. Namun musim penghujan belakangan ini kurang bisa diprediksi. Sering kali ketika masuk ke masa memupuk, curah hujan menurun.

“Memupuk itu kan mengandalkan hujan. Kalau sudah waktunya memupuk tapi air hujan belum datang, pupuk tidak bisa terserap,” lanjutnya sembari mengabarkan bahwa di desanya belum tersedia saluran irigasi yang memadai.

Kendala lainnya datang ketika musim panen. Petani di sana sudah menggunakan mesin produksi. Membuat proses panen lebih cepat. Namun di situ muncul persoalan baru. Karena dalam prosesnya, banyak gabah yang terbuang. Dalam sehektare, petani bisa kehilangan 10 karung gabah basah.

Persoalan teknis seperti itu belum lah akhir dari derita petani padi di Babulu. Karena petani masih kerap kesulitan menjual hasil panennya. Priyanto berharap pemerintah dapat membuat sistem bisnis padi yang bagus. Yang ketika musim panen tiba, beras dari petani bisa langsung terbeli dengan harga yang bagus pula.

“Bulog harus membuka keran pembelian dari petani. Agar beras hasil pertanian bisa terserap maksimal. Biasanya, Bulog membuka keran pembelian dalam periode tertentu,” harapnya.

Penyerapan padi petani lokal ini menjadi vital karena dari sini lah, perputaran modal bisa terjadi. Karena jika sirkulasi penjualan tersendat, petani akan kesulitan menanam lagi. Sementara modal tanam semakin tinggi. Pupuk subsidi pun kerap hilang muncul.

“Harapannya pemerintah bisa menjamin harga beras petani lokal stabil dan di harga yang bagus. Karena biaya tanam meningkat.”

“Pengetatan zona tanaman pangan untuk persawahan padi juga harus dilakukan. Karena sekarang banyak persawahan dialihfungsikan menjadi kebun sawit. Akibatnya banyak lahan sawah tereduksi,” pungkasnya. KRV/AVA

Matangkan Kesiapan, Lawan Tengkulak hingga ke Akarnya

AJI SOFYAN EFFENDI

PENGAMAT ekonomi Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi begitu bersemangat ketika ditanyai nomorsatukaltim soal pola bisnis komoditas padi. Menurut pria yang juga menjabat sebagai staf ahli Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud ini. Memang sudah selayaknya petani padi diurusi dengan lebih baik. Hal utama yang harus dilakukan adalah membasmi tengkulak hingga ke akar-akarnya.

Aji Sofyan melihat kesulitan petani padi mendapat cuan adalah karena tengkulak masih begitu berkuasa. Masih menjadi leading market.

Tengkulak, yang disebut Aji Sofyan memegang prinsip ‘mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cost sedikit mungkin’ telah merusak tatanan perdagangan beras di Kaltim. Pola para tengkulak selalu sama, yakni datang langsung ke petani untuk membeli padi mereka. Tanpa perantara. Sehingga, dengan alasan distribusi dan biaya angkut, tengkulak bisa menekan harga semurah mungkin. Petani, tak punya pilihan lain. Hanya pada tengkulak lah mereka bisa memasarkan hasil panennya.

Ada pula kasus tengkulak meminjamkan modal tanam ke petani. Mengingat petani kerap kehabisan modal sebelum musim menanam tiba. Tapi kemudian, praktik ini justru menjerat petani. Karena secara tidak langsung, mereka berhutang budi pada tengkulak bersangkutan. Di mana hasil panen mereka, secara otomatis akan dijual pada si pemberi pinjaman.

“Tapi hitung-hitungannya itu jadi tak ideal. Misal tengkulak meminjamkan Rp 10 juta. Hasil panen yang misalnya bisa mendapat Rp 25 juta dalam satu hektare. Akan dibeli Rp 15 juta. Bayar utang Rp 10 juta. Petani jadinya cuma dapat Rp 5 juta saja,” ungkap Aji miris.

Dengan keuntungan yang minim, membuat petani akan kembali mengulangi pola yang sama. Meminjam modal, terpaksa menjual murah, untung sedikit, dan seterusnya. Benar-benar menjadi lingkaran setan.

“Dalam konsep ekonomi pedesaan, itu salah. Tengkulak harus diperangi,” tegasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait