Hasilnya sangat menggembirakan: kawan-kawan bisa melepaskan virus setelah melakukan cuci hidung + kumur sehari 3x selama 3–4 hari. Saat diuji ulang swab PCR menjadi negatif. Itu berarti, ada harapan bisa mencegah paparan virus. Dengan demikian akan membantu mencegah infeksi virus ke dalam tubuh.
Masalah belum berhenti di situ. Beberapa kawan mengaku: hasil PCR tetap positif. Setelah kami cek, banyak yang memakai cairan infus NaCl 0,9 % palsu.
Akhirnya, pilihan kami jatuh pada garam krosok. Yang mengandung garam murni. Garam non-yodium.
Masalahnya, bagaimana rakyat bisa menakar NaCl 0,9 % dari garam krosok.
Kami pun berpikir. Merokok lagi enam bungkus. Muncullah ide ini: kita bisa membuat larutan garam 10 gram + 1 liter air = NaCl 1 % & 10 gram garam krosok = 1 sendok makan munjung.
Maka, kami segera membuat larutan garam 1 % menggunakan garam krosok yang murah, meriah, & mudah dibuat oleh seluruh rakyat di semua golongan pendidikan.
Hingga saat ini, rumus protokol rakyat itu sudah membantu jutaan orang terhindar dari stigma positif pembawa penyakit.
Kami tidak pernah menghitung berapa yang sudah terbantu. Kami juga tidak peduli dengan hak cipta. Atau apa pun. Yang kami pedulikan hanya dua hal: membuat temuan yang bermanfaat untuk rakyat dan membantu negara mengatasi wabah virus.
Kami tetap bekerja dan tetap melakukan penelitian. Kami juga tetap selalu membantu rakyat atas nama kemanusiaan dan persaudaraan.
Logika mengalahkan kepanikan.
Pengetahuan mengalahkan ketakutan.
***
Begitulah tulisan drh Indro. Ternyata ia juga bisa menulis bagus. Hanya, katanya, selama menulis itu harus menghabiskan dua pak rokok.
Sampai-sampai, sebagai orang yang antirokok, saya risi. Apalagi kalau melihat videonya yang secara tidak langsung seperti menganjurkan rokok itu.
Pengin sekali saya tidak mau memuat tulisan perokok ini. Tapi, selalu ada alasan bagi perokok untuk tetap merokok. (*)
sumber: disway.id