Penambang Batu Bara Ilegal di Tanah Merah Samarinda Belum Bayar Uang Sewa Ekskavator

Jumat 09-07-2021,12:45 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Masih ingat dengan kasus pertambangan batu bara ilegal di area pemakaman COVID-19 Serayu, Tanah Merah, Samarinda Utara, Maret lalu? Kasus yang sempat membuat geger warga Kota Tepian tersebut kini sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

nomorsatukaltim.com - Persidangannya kembali digelar pada Kamis (8/7/2021) sore. Dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi. Menghadirkan kedua terdakwa atas nama Hadi Suprato alias Belur dan Abbas. Keduanya dihadirkan melalui sambungan virtual lantaran sedang menjalani masa penahanannya di sel tahanan Mapolresta Samarinda. Di dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tri Nurhadi dan Dian Anggraeni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, menghadirkan seorang saksi bernama Muklis Ramlan. Saksi merupakan pihak dari perusahaan alat berat PT Kharisma Sinergi Nusantara, yang telah menyewakan dua ekskavator kepada para terdakwa. Muklis Ramlan dihadirkan untuk didengar keterangannya, perihal aktivitas tambang batu bara ilegal yang dilakukan para terdakwa. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Hongkun Otoh dengan didampingi Nyoto Hindaryanto dan Yulius Christian Handratmo selaku hakim anggota, Muklis Ramlan lebih dahulu menyampaikan perihal perannya di dalam perusahaan tersebut. Disampaikannya, PT Kharisma Sinergi Nusantara tersebut dipimpin oleh Bachtiar selaku Direktur Utama. Sedangkan Muklis Ramlan merupakan perpanjangan tangan dari Bachtiar, ia bertugas untuk menagih uang sewa alat berat. Muklis Ramlan baru mengenal kedua terdakwa, ketika dirinya diperintahkan Bachtiar untuk menagih uang sewa ekskavator. "Intinya alat berat yang digunakan sebagai alat bukti itu, adalah milik klien kita Bachtiar. Bukan milik terdakwa. Kemudian yang kedua, saya menyerahkan data terkait kepemilikan alat berat ekskavator itu, adalah sah milik Bachtiar. Sesuai dengan nama kepemilikan. Nomor alat rangka dan jenis mesin itu sah milik klien kami, bukan milik Abbas," ungkap Muklis Ramlan ketika dikonfirmasi media ini usai persidangan. Disebutkannya, kedua terdakwa memiliki tunggakan sebesar Rp 250 juta. Selain itu, kepada majelis hakim, saksi Muklis turut membenarkan adanya aktivitas penambangan. Namun dirinya menegaskan, perusahaan yang ia naungi tersebut tidak ada kaitannya dengan aktivitas yang diperbuat oleh kedua terdakwa. "Kami enggak ada kaitannya dengan illegal mining. Ini alat kami mereka sewa dan selama lima bulan tidak dibayar. Saya juga beberapa kali melakukan penagihan sewa alat berat beberapa bulan terakhir kepada terdakwa," terangnya. Muklis menyebut, justru perusahaannya telah dibuat merugi dampak dari perbuatan kedua terdakwa melakukan illegal mining. Pasalnya selain uang sewa sebesar Rp 250 juta urung dibayar, kedua alat berat yang disewakan hingga saat ini masih disita. Digunakan sebagai alat bukti di dalam perkara. "Alat itu tidak bisa diambil alih karena diambil sebagai alat bukti. Sedangkan itu kan ada pembayaran ke leasing bagaimana mau diselesaikan, kalau Abbas tersandung permasalahan hukum begini," sambungnya. Sementara itu, di dalam persidangan terdakwa Abbas sempat mengaku telah membayar uang sewa dua ekskavator kepada pihak PT Kharisma Sinergi Nusantara. Namun hal itu langsung dibantah oleh Muklis Ramlan, yang menyampaikan kepada majelis hakim kalau terdakwa baru membayar uang muka Rp 15 juta. "Totalannya itu Rp 250 juta. Abbas ngaku ada bayar. Tapi itu urusan dia ngakunya begitu. Nilai yang dibayarkan itu baru Rp 15 juta aja," terangnya. Singkat cerita, setelah mendengarkan kesaksian Muklis Ramlan, majelis hakim kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Kamis (15/7/2021) depan. Diketahui, di dalam perkara Nomor 362/Pid.Sus/2021/PN Smr ini, terdakwa Abbas dan Belur didakwa telah melakukan tindak pidana, menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), izin pemanfaatan ruang (IPR), surat izin penambangan batuan (SIPB), izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, izin usaha jasa pertambangan (IUJP), dan IUP untuk penjualan. Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 158 Junto Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 03 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 04 Tahun 2009, tentang Pertambangan Junto Pasal 55 Ayat 1 angka 1 KUHP, dalam dakwaan kesatu. Dakwaan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 161 Junto Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Junto Pasal 104 Junto Pasal 105 UU Nomor 03 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Junto Pasal 55 Ayat 1 angka 1 KUHP. (aaa/zul)
"Kami enggak ada kaitannya dengan illegal mining. Ini alat kami mereka sewa dan selama lima bulan tidak dibayar. Saya juga beberapa kali melakukan penagihan sewa alat berat beberapa bulan terakhir kepada terdakwa," Muklis Ramlan. saksi pihak PT Kharisma Sinergi Nusantara.
REPORTER: ARDITYA ABDUL AZIS
Tags :
Kategori :

Terkait